• Beranda
  • Berita
  • PIKI: Rekonsiliasi pasca-Pemilu mesti menyasar aspek pendidikan

PIKI: Rekonsiliasi pasca-Pemilu mesti menyasar aspek pendidikan

19 April 2019 18:53 WIB
PIKI: Rekonsiliasi pasca-Pemilu mesti menyasar aspek pendidikan
Logo Pemilu 2019 (Foto Antara Sumut/ist)

Demokrasi harusnya untuk memperkuat kebangsaan dan kebersamaan demi mencapai cita-cita bangsa, bukan untuk mengorbankan kebersamaan dan kebangsaan kita yang malah menjauhkan kita dari cita-cita adil dan makmur,

Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI) menyebutkan rekonsiliasi pasca-Pemilu mesti menyasar aspek norma, etika, budaya dan pendidikan.

"Siapa pun yang akan terpilih harus dapat membangun kembali kebersamaan yang kondusif bagi kemajuan pembangunan," kata Sekretaris Umum PIKI Audy Wuisung di Jakarta, Jumat.

Dia menambahkan polarisasi yang terjadi terus menerus, membuat bangsa Indonesia tidak akan beranjak maju. Pancasila dan demokrasi sudah menjadi komitmen Indonesia, untuk membangun maka semua pihak harus kembali bersatu.

"Demokrasi harusnya untuk memperkuat kebangsaan dan kebersamaan demi mencapai cita-cita bangsa, bukan untuk mengorbankan kebersamaan dan kebangsaan kita yang malah menjauhkan kita dari cita-cita adil dan makmur," jelas dia.

Audy mengemukakan Pemilu adalah salah satu indikator awal demokratis tidaknya suatu rezim pemerintahan.

Pemilu 2019 telah menghadirkan dinamika yang sangat berat bagi Indonesia ketika masyarakat terbelah atas pilihan politik, bahkan simbol agama juga tak canggung dimanfaatkan untuk mobilisasi massa

"Pada gilirannya, pesta demokrasi justru menegaskan perbedaan hal ini berbahaya bagi kebangsaan dan menjadi pekerjaan rumah siapa pun yang terpilih," kata dia.

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Whisnu Triwibowo dalam artikelnya Cebong” versus “Kampret”: Polarisasi Politik Pascapilpres 2019 Semakin Tajam" yang dimuat di The Conversation pada 19 April 2019 menyebutkan langkah kubu Prabowo mengklaim kemenangan pilpres tanpa didukung hasil pemilu, dapat mencederai proses demokrasi dan mempertajam perbedaan.

Ditambahnya, ini masa sosial media memperlihatkan militansi dukungan terhadap Prabowo tetap yakin dirinya menang terus menguat. Hal tersebut akan menyebabkan bukan hanya polarisasi politik, tetapi bisa berujung kepada segregasi sosial dan perpecahan bangsa.

"Apabila terjadi segregasi sosial akan sangat mudah negara menjadi terpecah atas dasar perbedaan ideologi atau pilihan politik," tulis dia.

Untuk mencegahnya dapat melakukan rekonsiliasi oleh kedua kandidat dan elite politik pendukungnya saat ini.

Salah satunya bisa dilakukan dengan menempatkan persatuan bangsa di atas kepentingan politik golongan.

"Pernyataan kekalahan dari pihak Prabowo dan elite pendukungnya bisa menjadi permulaan. Kemudian dilanjutkan dengan Jokowi melakukan pidato kemenangan. Kedua hal ini bisa menjadi tradisi baru dalam demokrasi untuk meredakan ketegangan di kalangan akar rumput," terang dia.

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019