"Kita sudah masuk ke situ, untuk yang Unit Layanan Modal Mikro (ULaMM) kita sudah mengadopsi teknologi cashless atau nontunai sedangkan untuk Program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar) pelan-pelan kita arahkan ke situ. Bekerja sama dengan bank, termasuk BTN serta pemanfaatan Laku Pandai dan sebagainya," ujar Arief di Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan bahwa pihaknya tidak bisa menafikan tren kehadiran fintech, mengingat PNM tidak ingin nasabahnya tertinggal.
Namun upaya PNM untuk masuk ke dalam fintech tersebut harus dilakukan secara bertahap serta diimbangi dengan intensitas pendampingan terhadap para nasabahnya.
"Ini dilakukan secara bertahap, kami harus mengimbanginya dengan intensitas pendampingan. Dan yang namanya pendampingan harus ada tatap muka dan komunikasi," kata Arief.
Jika sepenuhnya menggantungkan kepada fintech secara teknologi, Arief khawatir akan terjadi berkurangnya kompetensi, komunikasi dan teknologi.
"Fenomenanya usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) ini kalau tidak kita dampingi secara intens, performanya bisa kembali menurun. Jadi harus terus diingatkan, dibimbing dan sebagainya," tuturnya.
Saat ini ada banyak fintech yang menyalurkan pembiayaan atau pinjaman bagi para pelaku UMKM yang bergerak di segala bidang usaha.
Mulai dari pelaku UMKM, pemilik warung, supply chain peternak dan kelautan, hingga membiayai ibu-ibu di Indonesia tmur dengan model Grameen Bank bisa dengan mudahnya mendapatkan pinjaman dari fintech, tanpa dibebani syarat-syarat memberatkan.
Perkembangan fintech di Indonesia, hingga Januari 2019 akumulasi pinjaman tercatat Rp25,9 triliun, dengan total pinjaman Rp5,7 triliun, perusahaan terdaftar atau berizin 99 perusahaan, jumlah rekening lender (pemberi pinjaman) 267.496 dan jumlah rekening borrower (peminjam) 5.160.120 rekening.
Baca juga: PNM: nasabah Mekaar jadi 4,42 juta per akhir Maret 2019
Baca juga: PNM akui diuntungkan jika holding perbankan terbentuk
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019