Museum Siwalima Maluku kekurangan SDM

23 April 2019 13:09 WIB
Museum Siwalima Maluku kekurangan SDM
Wali Kota Vlissingen-Belanda, Bas van den Tillaar (ketiga kanan) menyimak penjelasan petugas pemandu saat mengunjungi Museum Siwalima di Ambon, Maluku, Selasa (16/10/2018). Wali Kota Vlissingen melakukan kunjungan kerja selama sepekan guna meningkatkan hubungan kerja sama kota bersaudara antara Vlissingen dan Ambon. (ANTARA FOTO/Izaac Mulyawan/foc)
Museum Siwalima Provinsi Maluku kekurangan tenaga sumber daya manusia (SDM) untuk mengelola koleksi yang ada, karena saat ini institusi kebudayaan tersebut hanya memiliki 21 pegawai aparatur sipil negara (ASN) dan lima orang di antaranya akan pensiun tahun ini.

"Kami saat ini makin sedikit SDM yang tersedia, hanya ada 21 orang pegawai, tahun ini ada lima orang yang akan pensiun jadi akan tersisa 16 orang saja yang mengelola museum," kata Kepala Museum Siwalima Jean Esther Saiya di Ambon, Selasa.

Ia mengatakan kurangnya tenaga SDM menyebabkan pihaknya sedikit kesulitan untuk mengelola berbagai kegiatan di museum sekaligus, baik untuk mengurus pameran rutin, merawat koleksi yang ada dan mengurus perawatan serta perbaikan ruang pameran yang terdiri dari beberapa bangunan terpisah.

Karena itu, Jean berharap bisa segera ada penambahan tenaga teknis untuk bekerja di Museum Siwalima, dalam hal ini kebijakannya berada di bawah kewenangan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Maluku.

"Dengan SDM yang sedikit begini kami memang harus bekerja ekstra. Selain penataan ruang pameran, pekerjaan seperti perawatan dan perbaikan fasilitas yang rusak juga dilakukan sendiri oleh teman-teman di museum walaupun itu bukan bidang mereka," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, jumlah koleksi di Museum Siwalima, baik sejarah, budaya, etnografi dan kelautan sudah mencapai angka ribuan. Tiap objek koleksi memiliki usia yang berbeda-beda, sebagian di antaranya bahkan tidak bisa dipegang lagi karena akan hancur.

Rata-rata koleksi yang ada merupakan hibah dan sumbangan dari berbagai pihak, baik masyarakat sipil maupun institusi lainnya, salah satunya adalah Pusat Penelitian Laut Dalam - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2LD-LIPI) yang menyumbangkan seekor hiu yang diawetkan di dalam akuarium.

"Penanganan benda-benda bersejarah harus hati-hati karena sebagian ada yang usianya sudah sangat tua. Karena gedung ruang pameran tetap satu yang biasa digunakan untuk memamerkan koleksi sejarah dan budaya sedang rusak, sebagian koleksi kami pamerkan di gedung ruang pameran Sasadu," ucap Jean.

Pewarta: Shariva Alaidrus
Editor: Suriani Mappong
Copyright © ANTARA 2019