"Kami berjuang keras untuk membangkitkan kembali kesenian-kesenian yang hampir punah supaya kekayaan budaya Bali itu tetap utuh, selain untuk mendukung proses pemajuan kebudayaan yang sedang digalakkan oleh pemerintah," kata Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan ISI Denpasar Dr I Gusti Ngurah Seramasara, MHum di sela-sela Penutupan Rekonstruksi Seni Tari Sakral Legong Dedari Banjar Adat Pondok, Denpasar, Selasa (23/4) malam.
Menurut Seramasara, ISI Denpasar sendiri memang memiliki program untuk melakukan rekonstruksi kesenian-kesenian yang mengalami kepunahan dan upaya rekonstruksi hampir dilakukan setiap tahun.
Sebelumnya ISI Denpasar telah merekonstruksi sejumlah kesenian langka lainnya, yakni kesenian Joged di Pujungan (Tabanan), Wayang Wong di Budakeling (Karangasem), Legong Pingitan di Pengosekan, membuat prasi di Karangasem dan kerajinan dulang di Bangli.
"Kesenian-kesenian sakral, seperti Legong Dedari ini, perlu dibangkitkan, perlu diberikan penguat, dan perlu juga didukung oleh masyarakat," ucapnya.
Dengan demikian, lanjut Seramasara, antara program ISI Denpasar dengan kebutuhan masyarakat menjadi bertemu.
Lembaga Penelitian Pengabdian kepada Masyarakat dan Pengembangan Pendidikan (LP2MPP) ISI Denpasar telah melakukan rekonstruksi tari sakral "Legong Dedari" dari Banjar Adat Pondok, Desa Peguyangan Kaja, Kota Denpasar itu memakan waktu sekitar tiga bulan.
"Dalam merekonstruksi, kami memilih kesenian sakral maupun tidak sakral. Yang jelas kami menghidupkan kembali kesenian langka agar diminati," kata Ketua Pelaksana Rekonstruksi sekaligus koodinator pusat pengabdian masyarakat ISI Denpasar Dr Ketut Muka.
Pihaknya juga sangat senang karena upaya rekonstruksi Legong Dedari mendapat dukungan penuh dari masyarakat dan mereka juga antusias. "Untuk proses latihan itu sekitar tiga bulan, dengan pertemuan satu minggu dua kali," ucap Muka didampingi Humas ISI Denpasar I Gede Eko Jaya Utama.
Sementara itu, Putu Agung Gede Widya Kusuma, Kelian Adat Banjar Pondok Peguyangan Denpasar mengucapkan terima kasih kepada ISI Denpasar karena telah membantu untuk "menghidupkan" tari sakral "Legong Dedari".
"Apalagi kami memang sangat membutuhkan tarian yang mencirikan wilayah kami," ucap Widya Kusuma.
Selain itu, dari upaya rekonstruksi tarian sakral tersebut, pihaknya meyakini akan menjadi salah satu upaya untuk lebih mempererat rasa persatuan antarwarga, sekaligus meningkatkan rasa bangga terhadap kesenian yang dimiliki.
Sejarah Tari Legong Dedari ini sudah diterima secara turun-temurun oleh masyarakat setempat. Hanya saja oleh para tetua setempat hampir ratusan tahun lamanya belum pernah dibangkitkan. Hingga suatu ketika masyarakat di Banjar Pondok mengalami musibah dan melalui petunjuk orang pintar, tari Legong Dedari ini harus disolahkan (dipentaskan ) saat upacara Tumpek Wayang, setiap enam bulan.(*)
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019