• Beranda
  • Berita
  • PHRI: Okupansi hotel turun 20-40 persen akibat tingginya tiket pesawat

PHRI: Okupansi hotel turun 20-40 persen akibat tingginya tiket pesawat

24 April 2019 18:16 WIB
PHRI: Okupansi hotel turun 20-40 persen akibat tingginya tiket pesawat
Wakil Ketua Umum bidang organisasi PHRI Maulana Yusran saat menyampaikan keterangan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (24/4/2019). (ANTARA/Aji Cakti)

"Biasanya kalau low season itu turunnya paling 10 sampai dengan 15 persen," kata Maulana.

Tingginya harga tiket pesawat menyebabkan penurunan okupansi rata-rata hotel secara nasional sekitar 20 sampai dengan 40 persen selama periode Januari-April 2019, kata Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran.

"Saat ini dari Januari sampai dengan April, okupansi rata-rata secara nasional antara 20 sampai dengan 40 persen," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan bahwa biasanya secara tahunan (year on year atau yoy) penurunan okupansi rata-rata hotel pada Januari tidak sebanyak itu. Pada saat low season pihaknya mencatat penurunan okupansi hanya sekitar 10 persen.

"Biasanya  kalau low season itu turunnya paling 10 sampai dengan 15 persen," kata Maulana.

Penurunan okupansi yang cukup banyak akibat tingginya harga tiket pesawat itu, menurut dia, misalnya penurunan okupansi 20 persen mungkin terasa di industri-industri jasa pariwisata yang berada di Pulau Jawa.

"Misalnya di Jakarta, Bogor  kan turunnya tidak seberapa karena mungkin dampak yang dirasakan berbeda mengingat tidak begitu membutuhkan maskapai penerbangan sebagai moda transportasi. Namun, kalau di daerah-daerah seperti Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera,  penurunan okupansinya bisa sampai 40 persen karena maskapai penerbangan menjadi hal penting bagi mereka," tutur Maulana.

Wakil Ketua Umum PHRI itu menyarankan  pemerintah membuka akses dengan memilih secara selektif maskapai-maskapai lain agar bersaing secara sehat dalam bisnis penerbangan di Indonesia, sebagai solusi untuk mengatasi tingginya harga tiket.

"Jadi dipilihlah beberapa maskapai untuk bisa menjadi kompetisi dalam bisnis penerbangan di Indonesia. Bukan dibuka secara luas di mana semua maskapai masuk. Hal ini dimaksudkan supaya jangan hanya saat ini bisnis penerbangan dikuasai oleh dua grup maskapai yang sudah eksis, kalau bisa ada satu atau dua grup maskapai lain yang bisa bermain dalam bisnis tersebut sehingga biar pasarlah nanti yang menentukan," katanya.

Harga tiket pesawat tidak kunjung turun seperti yang diharapkan, meski Menko Maritim Luhut Panjaitan telah memberikan ultimatum ke maskapai untuk menurunkan harga. Kementerian Perhubungan akan terus mengamati harga tiket pesawat menjelang Lebaran 2019i. Apabila penurunan tarif tiket penerbangan tidak dilakukan, Kemenhub berancang-ancang menyiapkan aturan baru.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta ada porsi harga tarif yang bisa diterima oleh masyarakat, termasuk ada 5 sampai 10 persen di tarif batas bawah (TBB) atau sebesar 35 persen dari tarif batas atas (TBA).

Dia menyebutkan bahwa maskapai terutama BUMN, sudah sepakat, tetapi masih belum jelas pelaksanaannya. Menhub menegaskan jika dalam waktu dua pekan tetap tidak ada kejelasan subprice yang ditawarkan, pemerintah yang akan menetapkan keharusan subprice.

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019