''Mahkamah 'kan memutus empat perkara pengujian Undang-Undang ASN,'' ujar Juru Bicara MK Fajar Laksono melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Kamis.
Sebelumnya, para pemohon mengungkapkan kata ''dapat'' dalam Pasal 87 Ayat (2) UU ASN dapat menimbulkan pelaksanaan norma yang bersifat subjektif berdasarkan pelaksana undang-undang.
Selain itu, frasa yang memuat hukuman bagi ASN yang melakukan tindak pidana, baik berencana maupun tidak dengan pidana minimum 2 tahun, dinilai para pemohon menimbulkan ketidakjelasan penerapan norma karena tidak memuat klasifikasi tindak pidana secara spesifik.
Pemohon menilai perbedaan pemberhentian terhadap ASN yang terbukti melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan jabatannya dengan ASN yang melakukan tindak pidana yang tidak berkaitan dengan jabatannya merupakan hal yang tidak logis.
Menurut pemohon, pasal tersebut tidak memberikan perlindungan hukum sebagaimana yang dijamin dalam UUD NRI Tahun 1945.
Pemohon juga berpendapat bahwa perlu pengujian, pengklasifikasian, dan penelitian terhadap ASN yang terbukti secara hukum melakukan tindak pidana kejahatan yang berhubungan dengan kewenangan jabatannya.
Pemohon berpendapat bahwa pasal yang diujikan dalam perkara yang diajukannya melampaui kewenangan atau kekuasaannya karena mencabut hak atas pekerjaan seseorang tanpa melalui putusan pengadilan.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019