• Beranda
  • Berita
  • Pegiat pendidikan sebut anak Indonesia krisis pendidikan karakter

Pegiat pendidikan sebut anak Indonesia krisis pendidikan karakter

25 April 2019 16:23 WIB
Pegiat pendidikan sebut anak Indonesia krisis pendidikan karakter
Talkshow Edukasi bertema Gawat Darurat Pendidikan yang digelar Semua Murid Semua Guru (SMSG) Sulawesi Selatan di food court Lapangan Karebosi Makassar. ANTARA Foto/HO/ Rusdin Tompo
Skill anak Indonesia diakui semakin meningkat namun berbanding terbalik dengan perbaikan pendidikan karakter anak saat ini. Petikan tersebut mengemuka dari TEDs (Talkshow Edukasi) bertema Gawat Darurat Pendidikan yang menampilkan pembicara dari unsur pemerintah dan pegiat pendidikan.

Berdasarkan keterangan yang diterima, Kamis, kegiatan ini menghadirkan Wahyu Try Baharsyah (Inisiator Talktive Indonesia), Ruslan, S.Pd., M.M (Kabid MGTK Dinas Kota Makassar) dan Rusdin Tompo (Penulis dan Aktivis LSM) sebagai pembicara.

Turut hadir Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah II, Abdul Rahim. Ia menekankan pentingnya semangat belajar, yang bisa dilakukan kapan saja, di mana saja, sepanjang masa. Termasuk bisa menjalankan peran dan fungsi sebagai guru. Karena itu, keberhasilan pendidikan menjadi tanggung jawab semua pihak.

"Tuntutlah ilmu dari taman kanak kanak hingga taman makam pahlawan. Tanggung jawab itu ada pada orang tua, komunitas, LSM, sekolah, komite sekolah, dunia usaha juga institusi lainnnya," katanya.

Perbaikan potret pendidikan Indonesia butuh keterlibatan semua pihak untuk membantu anak--anak keluar dari situasi krisis pendidikan karakter. Bukan semata menyodorkan tanggung jawab pada guru dan sekolah tapi orangtua juga mesti mengambil peran.

Abdul Rahim memahami bahwa kualitas pendidikan harus dibenahi. Mulai aspek manajemen hingga profesionalisme guru.

Tanggung jawab guru bukan sekadar mengajar tapi bertindak sebagai manajer. Sertifikasi guru itu bukan sekadar untuk kesejahteraan guru tapi terutama peningkatan kualitas pendidikan.

"Saya selalu pesan ke siswa untuk sukses pada empat hal, yakni akademik, organisasi, ibadah dan keterampilan," kunci Abdul Rahim.

Sementara, Pemerhati Anak Sulsel, Rusdin Tompo, menyarankan pentingnya pendidikan kritis. Seperti perlunya outing class, bukan sekadar untuk kegiatan rekreasi tapi juga memahami lingkungan sosialnya.

"Jika pendidikan berhadapan masalah, mereka pasti diperhadapkan pada kasus-kasus konkrit. Sekaligus penanaman pada pendidikan karakter, khususnya nilai-nilai religius, sikap jujur, peduli, cinta lingkungan dan cinta tanah air," ungkap Rusdin.

Sementara, Ruslan dari Dinas Pendidikan Kota Makassar, mengakui masih ada guru yang tidak mengikuti perkembangan zaman. Mereka seolah berada di zona nyaman. Sehingga, kurang meng-update IT dan ilmu pengetahuan.

"Tapi banyak juga guru yang mampu berkreasi dan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman," katanya.

Sebagai pembanding, Inisiator Talktive Indonesia, Wahyu Try Baharsyah menceritakan kisah sistem pendidikan di Polandia, bahwa terjadi kedekatan antara guru dan anak didik.

"Di Polandia, guru jadi teman curhat muridnya. Ada kedekatan guru dengan murid. Anak-anak di Polandia lebih banyak ke museum dan ke perpustakaan. Begitupun penerapan perlindungan anak benar-benar diterapkan," katanya.

Koordinator Semua Murid Semua Guru (SMSG) Sulawesi Selatan, Riska sebagai pelaksana mengatakan, TEDs 2019 dilakukan di beberapa kota lainnya, namun Makassar tempat pelaksana pertama. Kegiatan yang dilakukan merupakan bagian dari pesta pendidikan yang sudah berlangsung selama tiga tahun.

"Sebelum persentasi dan diskusi, ditampilkan juga pesan dan apresiasi dari penggagas dan pegiat jaringan SMSG, Najeela Shihab, melalui layar monitor," katanya.

Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019