Pengungsi - terutama dari Eritrea, Sudan dan Nigeria - ditempatkan di pusat penahanan di Zawiya, kota di barat ibu kota Libya, tempat yang "sedikit lebih aman" bagi mereka, menurut pernyataan UNHCR.
Evakuasi terbaru, yang diwarnai protes dan kekerasan di fasilitas tersebut pada Selasa, menyebabkan 12 tahanan terluka membutuhkan perawatan di rumah sakit. Pemindahan tersebut juga menambah jumlah pengungsi dan migran yang dievakuasi dari sejumlah bentrokan, yang terjadi selama dua pekan belakangan, menjadi 825 orang. Badan tersebut menyeru agar 3.000 tahanan lainnya dibebaskan.
"Bahaya yang dihadapi pengungsi dan migran di Tripoli tidak pernah lebih parah dari saat ini," kata wakil ketua misi UNHCR di Libya, Matthew Brook. Sangat penting bahwa pengungsi yang dalam bahaya harus dibebaskan dan dievakuasi ke tempat yang aman.
Lebih dari 3.600 migran yang dipenjara terperangkap di ibu kota sejak pasukan dari timur Libya mulai memasuki ibu kota dan merebutnya, kata PBB.
Sebelumnya, pejabat Libya telah mengizinkan migran ilegal di Tripoli untuk keluar, namun migran asal Somalia dan Afrika sub-Sahara lainnya yang ketakutan, menceritakan kepada Reuters bahwa mereka memutuskan untuk tetap berada di sana. Para migran khawatir mereka bakal terjebak dalam pertempuran yang melanda ibu kota.
"Kami tidak ingin pergi ... Kami tidak mempunyai tempat lain," kata Daoud, migran berusia 20 tahun, yang tengah duduk di atas kasur di sebuah gudang, tempat 550 migran ditahan.
Sumber: Reuters
Baca juga: Penjaga pantai: 100 pengungsi tenggelam di dekat Tripoli
Baca juga: Kapal Turki Ungsikan 1.500 Warga dari Libya
Baca juga: Asia Akan Evakuasi 100.000 Warganya dari Libya
Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019