• Beranda
  • Berita
  • Indonesia perlu waspadai menghangatnya suhu udara dunia

Indonesia perlu waspadai menghangatnya suhu udara dunia

26 April 2019 20:19 WIB
Indonesia perlu waspadai menghangatnya suhu udara dunia
Panen padi di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumbar sangat dipengaruhi cuaca. (ANTARA/Novia Harlina)

suhu muka laut di Perairan Sumatera dalam kondisi menghangat

Indonesia perlu mewaspadai hasil laporan terbaru dari Met Office selaku Badan Meteorologi Inggris yang menyebut, saat ini dunia sedang mengalami dekade terhangat sejak pencatatan dimulai pada 1850.

Analis Stasiun Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sicincin, Rizky Armei Saputra di Padang, Jumat, mengemukakan, diprediksi suhu dunia sepanjang lima tahun ke depan akan mencapai kenaikan satu derajat Celsius di atas suhu rata-rata pada masa praindustri.

Dalam lima tahun ke depan diprediksi kenaikan suhu rata-rata global  lebih tinggi, bisa  lebih dari 1,5 derajat Celsius., ujarnya.
 
Sementara itu, berdasarkan tinjauan atmosfer secara global dan regional, hal yang akan mempengaruhi musim kemarau dapat dilihat dari kondisi indeks suhu muka laut Pasifik dan Hindia.

Kondisi Elnino pada April hingga September 2019 diperkirakan pada fase lemah. Termasuk suhu muka laut di Perairan Sumatera dalam kondisi menghangat, sehingga membuat pembentukan hujan masih terjadi di saat musim kemarau.

 Ini membuat sifat hujan musim kemarau didominasi kategori normal, berada dinilai rata-ratanya di seluruh daerah musim, kata dia.

Ia mengemukakan sembilan daerah di Sumbar akan memasuki musim kemarau pada akhir Mei 2019. Diperkirakan  akan terjadi belokan angin  pola siklonik di perairan barat Sumatera Barat dan belokan angin itu terus berlangsung hingga Juni 2019.

"Musim kemarau di Sumatera Barat terjadi bervariasi di masing-masing daerah, paling singkat selama dua bulan dan paling lama terjadi selama lima bulan," kata dia.

Ia menyampaikan daerah yang akan mengalami musim kemarau yaitu Kabupaten Pasaman, Kabupaten Limapuluh Kota bagian timur, Kota Payakumbuh, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok, Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten Solok Selatan.

Musim kemarau ditandai dengan jumlah curah hujan yang sedikit, "Hujan itu masih ada  selama musim kemarau tapi dengan curah hujan lebih kecil dari 50 milimeter," kata dia.

Ia menyampaikan indeks Musim Australia diprediksi mulai aktif April 2019 sehingga sifat musim kemarau di beberapa wilayah diperkirakan juga normal sesuai kondisi rata-rata musim kemarau di masing-masing wilayah.

Menurutnya sejak tujuh tahun terakhir musim kemarau di Sumatera Barat cukup parah, yakni pada 2014 dan 2016.

Saat itu banyak lahan sawah yang terdampak dan mengurangi produksi padi. Ada 15.000 hektare sawah terdampak tidak dapat ditanami di daerah Limapuluh kota, Tanah datar dan Sijunjung, kata dia.

Bahkan berdasarkan laporan Dinas Pertanian Sumbar kekeringan menyebabkan produksi padi tahun tersebut menurun 47 ribu ton dari tahun sebelumnya.

Ia berharap, adanya prakiraan musim kemarau yang bersifat normal diiringi dengan langkah mitigasi dan adaptasi.

Penyesuaian pola tanam di daerah musim khusus pada sawah tadah hujan dengan menyesuaikan kebutuhan air tanamannya, kata dia.

Ia mengutarakan mengganti tanaman padi dengan tanaman palawija bisa menjadi pilihan dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan di saat musim kemarau dengan sosialisasi terus menerus kepada masyarakat untuk tidak membakar lahan.


Baca juga: BMKG: Fenomena "aphelion" tidak pengaruhi suhu Indonesia
Baca juga: BMKG perkuat peran hadapi tantangan bencana dan perubahan iklim

 

Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019