Swiss menjadi tempat ideal untuk membahas masa depan kelapa sawit mengingat Swiss bukan anggota Uni Eropa, dan memiliki pemikiran yang lebih terbuka terhadap isu ini
KBRI Bern bekerja sama dengan ETH Zurich dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) cabang Jakarta mengadakan forum diskusi membahas isu kelapa sawit untuk lebih memahami permasalahan yang dihadapi industri kelapa sawit bagi masyarakat Swiss dan masa depan produk sawit.
Diskusi yang diadakan di kampus ETH Zurich, salah satu perguruan tinggi terkemuka dan tertua di Swiss dihadiri sekitar 80 undangan dari Swiss, baik dari kalangan akademisi, industri yang berkaitan dengan sawit, LSM bidang sawit, badan sawit berkelanjutan atau RSPO, KADIN Swiss, kedutaan besar negara penghasil sawit seperti Malaysia, Kamerun dan Kolumbia dan sejumlah wakil lembaga pemerintah Swiss.
Pensoabud KBRI Bern dalam keterangan yang diterima Antara London, Minggu menyebutkan, dari Indonesia hadir puluhan anggota ISEI cabang Jakarta yang terdiri dari pimpinan sejumlah perusahaan, lembaga keuangan serta akademisi dari IPB dan Universitas Prasetya Mulya.
Duta Besar RI Bern Muliaman Hadad dalam sambutannya menyatakan tujuan penyelenggaraan forum diskusi menyamakan pandangan mengenai isu yang dihadapi dalam industri minyak sawit. Diharapkan tercipta peluang bekerja sama dalam membangun masa depan industri sawit yang berkelanjutan, demikian Muliaman.
Para peserta diskusi juga diajak terlibat dalam permainan diciptakan l mahasiswa ETH Zurich dalam proyek OPAL (Oil Palm Adaptive Landscape) mengenai tantangan yang dihadapi pemangku kepentingan sawit, seperti pemerintah, perusahaan sawit, LSM serta petani sawit dalam pengembangan sawit yang berkelanjutan.
Permainan yang mirip dengan monopoli ini dimainkan dengan antusias oleh peserta. Pembicara dari ISEI Prof Dr Bustanul Arifin dan Dr. Fadhil Hasan dari Asian Agri memaparkan tantangan dan potensi kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan.
Para pemeran dalam permainan menyampaikan sejumlah saran dan masukan agar pengembangan sawit di Indonesia berkelanjutan tidak hanya memenuhi harapan pemerintah namun juga pemangku kepentingan lain seperti pengusaha sawit, LSM, petani sawit dan lainnya.
Perhatian yang lebih besar diperlukan untuk membantu petani sawit terutama terkait dengan akses modal, akses pasar yang lebih mudah dan luas dan bantuan teknis agar dapat meningkatkan kualitas produksinya.
Permainan telah memberikan pemahaman mendalam mengenai isu dihadapi dan inisiatif yang harus diambil. Para peserta menyimpulkan m menjadi petani kelapa sawit tidaklah mudah. Diskusi ini sangat bermanfaat untuk memahami berbagai masalah yang dihadapi masing-masing pemangku kepentingan dalam industri sawit ditengah kampanye negatif sawit di luar negeri.
Topik kelapa sawit menjadi isu hangat setelah diskriminasi yang dilakukan Uni Eropa terhadap penggunaan kelapa sawit, tepatnya setelah kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II Delegated Act disahkan parlemen Eropa.
"Swiss menjadi tempat ideal untuk membahas masa depan kelapa sawit mengingat Swiss bukan anggota Uni Eropa, dan memiliki pemikiran yang lebih terbuka terhadap isu ini,” ujar Dubes Muliaman.
Para tamu juga disuguhi kopi dari Anomali Coffee dan Pipiltin Chocolate yang ikut dalam rombongan ISEI dalam kunjungan ke Swiss. Anomali Coffee mendapatkan tawaran dari pengusaha Swiss untuk menjadi agen penjualan produk mereka di Swiss.
Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019