• Beranda
  • Berita
  • Penyelamatan lingkungan masa kini tidak hanya konservasi

Penyelamatan lingkungan masa kini tidak hanya konservasi

29 April 2019 16:15 WIB
Penyelamatan lingkungan masa kini tidak hanya konservasi
Wakil Project Direktur Kelola Sendang David Ardhian (kanan) di Palembang, Senin, setelah acara bincang-bincang "Potensi Sumatera Selatan Sebagai Laboratorium Lapang Riset Gambut Tropika Di Indonesia". (Antara News Sumsel/Dolly Rosana/19)
Penyelamatan lingkungan masa kini tidak hanya tertuju pada konservasi suatu kawasan atau wilayah melainkan juga pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam lanskap untuk mengakses kebutuhan-kebutuhannya dengan cara-cara yang ramah lingkungan.

Wakil Project Direktur Kelola Sendang, David Ardhian di Palembang, Senin, mengatakan, sungguh tidak relevan lagi di era sekarang jika hanya peduli pada penyelamatan kawasan terkait keberagaman hewani dan tumbuhan saja.

"Masyarakat sekitar kawasan tetap diberikan akses ekonomi, seperti perhutanan sosial, jika tidak maka akan terjadi kerusakan alam secara terus menerus di kawasan konservasi," kata David setelah acara bincang-bincang bertema Potensi Sumatera Selatan Sebagai Laboratorium Lapang Riset Gambut Tropika Di Indonesia yang diikuti para peneliti-peneliti gambut.

Untuk itu, para pemangku kepentingan sepakat bahwa langkah awal yang harus dilakukan yakni menjadikan desa-desa sekitar kawasan konservasi sebagai desa lestari dengan menggerakkan para perangkat desa sebagai pejuang konservasi.

Jika desa lestari sudah terbentuk, maka tata kelola sumber daya alam akan jauh lebih baik, selain itu produksi perkebunan dan perhutanan sosial miliki masyarakat juga semakin membaik karena selalu ada pendampingan.

Kemudian, setelah menjadi desa lestari maka jaringan akan semakin terbuka, baik ke pembeli produk perhutanan hingga penyaluran dana CSR dari kalangan swasta.

"Dengan begitu, penduduk di desa kawasan konservasi dapat lebih kuat dan berdaulat karena ada perimbangan antara konservasi dan pemenuhan kebutuhan ekonomi," kata dia.

Sebanyak 21 desa berada dalam kawasan program Sembilang-Dangku. Beberapa desa diketahui tergolong rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) seperti desa-desa di Muara Medak, Muara Merang, Kepayang, Karang Agung, Galih Sari dan Pulai Gading

Seperti diketahui Proyek Kelola Sendang bekerja pada bentang alam antara Taman Nasional Berbak Sembilang sampai dengan Suaka Margasatwa Dangku, yang mencakup dua wilayah administrasi Kabupaten, yaitu Kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan dengan luas area ± 1,6 juta hektar (Masterplan Pengelolaan Lanskap Sembilang Dangku, 2018).

Kelola Sendang (Kemitraan Pengelolaan Lansekap Sembilang Dangku) merupakan proyek yang di dukung oleh Pemerintah Inggris dan Norwegia, berupaya membangun kemitraan guna mewujudkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan dengan pendekatan lanskap.

Luas ekosistem lahan gambut di kedua wilayah kabupaten tersebut diperkirakan 30 persen dari total luas areal wilayah administratif. Pada areal kerja proyek Kelola Sendang, luas ekosistem gambut ± 500.000 Hektare.

Pada tahun ini, menurut Davit, proyek Kelola Sendang mulai membuka jaringan ke desa-desa penghubung, atau desa-desa yang berada di luar areal konsevasi setelah sebelumnya berfokus di dalam areal konservasi.

Pemberdayaan masyarakat

Kepala Desa Bulian Kecamatan Batang Hari Leko Kabupaten Musi Banyuasin Akhmad Badawi mengatakan program konservasi Kelola Sendang ini juga telah membantu warga mengakses ekonomi bidang perhutanan.

Di desanya kini ada sejumlah pertani yang memproduksi madu. Selain itu, terdapat juga satu kelompok tani perkebunan karet dengan total total 50 hektare yang dibina untuk menghasilkan produk berkualitas. "Harga karet dari kelompok binaan ini jauh lebih tinggi dari petani yang tidak dibina," kata dia.

Selain itu, desanya juga menggalang bantuan dari CSR dari perusahaan-perusahaan swasta seperti Conoco Philips berupa pembangunan sekolah lingkungan Adiwiyata. Selain itu juga mendapatkan bantuan dari Sinar Mas untuk membuatan sumur bor karena kualitas air di desa tersebut sangat rendah. Air dari sumur tersebut kemudian disuling menjadi air kemasan galon.

"Dulu bila mau air tinggal turun ke sungai saja, sekarang sudah tidak bisa. Air kotor, karena dampak adanya industrialisasi. Sejauh ini dengan menggunakan bantuan CSR diproduksi sekitar 300 galon per hari, sehingga anak bayi juga mandinya air galon," kata dia.

Sementara itu, Bidang pembinaan desa Dinas PMD Adi Yuswardi yang juga hadir dalam talk show itu mengatakan pemerintah sudah mengeluarkan surat edaran terkait diperbolehkannya dana desa untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan seperti pembelian alat pemadaman ringan.

“Untuk tahun ini mungkin akan turun langsung ke lapangan mengecek desa-desa yang rawan karhutla, apakah sudah memanfaatkan dana desa untuk menjaga lingkungan ini,” kata dia.

Baca juga: Peringatan Hari Bumi momentum penyelamatan lingkungan

Baca juga: Aktivis berharap "Sexy Killers" gugah semangat penyelamatan lingkungan


 

Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019