Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Selasa sore melemah seiring masih tingginya permintaan dolar AS di dalam negeri.Memang sepertinya 'demand' dolar masih cukup tinggi. Secara musiman, pada Q2 selalu tinggi karena ada pembayaran bunga utang luar negeri dan juga pembayaran dividen
Rupiah melemah 49 poin atau 0,34 persen menjadi Rp14.257 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.208 per dolar AS.
"Sepertinya 'demand' dolar masih cukup tinggi. Secara musiman, pada kuartal II selalu tinggi karena ada pembayaran bunga utang luar negeri dan juga pembayaran dividen," kata analis PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Rully Arya Wisnubroto di Jakarta, Selasa.
Analis Monex Investindo Futures Dini Nurhadi Yasyi mengatakan, pelemahan rupiah dipengaruhi oleh pelaku pasar yang mengantisipasi hasil rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada Kamis (2/5) dini hari.
"Padahal hari ini indeks dolarnya juga melemah karena menunggu keputusan kebijakan moneter The Fed itu. Terkoreksinya harga minyak dunia juga ternyata belum mampu topang nilai tukar rupiah," ujar Dini.
Sebelumnya, tingginya harga minyak menjadi sentimen negatif bagi rupiah karena bisa mengancam neraca transaksi berjalan. Namun, dalam dua hari terakhir harga minyak cenderung terkoreksi tapi belum mampu menopang rupiah.
"Sementara itu, dari dalam negeri, belum ada katalis positif yang dapat menopang rupiah lebih lanjut," kata Dini.
Rupiah pada pagi hari dibuka menguat Rp14.205 dolar AS. Sepanjang hari, rupiah bergerak di kisaran Rp14.205 per dolar AS hingga Rp14.265 per dolar AS.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Selasa menunjukkan, Rupiah melemah menjadi Rp14.215 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp14.188 per dolar AS.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019