Kementerian Pertanian mengalokasikan anggaran untuk pupuk bersubsidi sebesar Rp27,3 triliun untuk 8,8 juta ton pupuk tanaman padi dan hortikultura seluas 7,1 juta, kata Direktur Jenderal Prasaran dan Sarana (PSP) Sarwo Edhy usai mengikuti rapat koordinasi di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa.
"Pada tahun lalu, sebesar Rp29 triliun karena lahan bakunya berkurang, jadi kami menggunakan lahan baku baru. Setting anggaran yang diblokir itu lebih kurang Rp2,1 triliun. Ini masih dihitung lagi. Akan tetapi, berdasarkan hitungan kami seperti ini," kata Sarwo Edhy.
Ia menyebutkan total 8,8 juta ton pupuk tersebut terbagi atas 3,8 juta ton untuk urea, 779.000 ton untuk SP-36, 996.000 ton untuk ZA, 948.000 ton untuk pupuk organik, dan 2,3 juta ton untuk NPK.
Sebelumnya, Wapres RI Jusuf Kalla mengatakan bahwa alokasi pupuk bersubsidi yang diberikan Kementerian Pertanian terlalu besar dibandingkan luasan lahan yang sudah dikoreksi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kebutuhan pupuk per hektare, menurut JK, cukup sebanyak 250 kilogram. Namun, penghitungan Kementan mencapai 400 kilogram per hektare. Oleh karena itu, Wapres memanggil Menteri Pertanian Amran Sulaiman untuk menghitung dengan benar alokasi pupuk bersubsidi tersebut.
Selain Mentan, dalam rapat tersebut hadir pula Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. Usai rapat, Amran enggan menjelaskan lebih perinci kebutuhan pupuk bersubsidi pada tahun 2019.
"Nanti target produksi kita lihat perkembangannya. Kalau angka produktivitas diubah, berarti totalnya berubah. Nanti, tunggu saja. Intinya kami ikut pada luasan lahan yang fixed dari BPN dan BPS," ujar Amran.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019