Dari temuan Sindikasi pekerja yang memiliki waktu kerja panjang rentan menghadapi stres karena kurangnya waktu istirahat. "Jam kerja yang fleksibel itu harus ada batasannya, kelebihan jam kerja dapat mempengaruhi kondisi mental pekerja," kata Nuraini.
Dia mengatakan pemerintah telah memiliki aturan mengenai jam kerja, dan mengenai kesehatan mental yang diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang mengakui masalah kesehatan.
Serta Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja melalui Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Namun kenyataannya banyak perusahaan yang abai terkait peraturan tersebut.
Dia mengatakan banyak pekerja yang tidak mendapatkan haknya, pekerja yang terkena masalah kesehatan mental malah di stigma. Individu tersebut kerap disalahkan karena dianggap tidak dapat mengatur stresnya.
"Padahal pekerja stres karena mereka tidak bisa beristirahat akibat jam kerja yang panjang. Kami harap para pemberi kerja dapat memperhatikan hal tersebut," kata dia.
Kurangnya istirahat menurut Nuraini juga dapat mengganggu tingkat produktifitas para pekerja dalam berkarya. "Bagaimana pekerja bisa produktif kalau hak-hak mereka untuk beristirahat tidak dapat terpenuhi," kata dia.
Baca juga: Aksi Hari Buruh di Makassar berlangsung kondusif
Baca juga: Ganjar dorong buruh menjadi raja sehari saat "May Day"
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019