• Beranda
  • Berita
  • Deputi IV Kemenpora didakwa terima suap dari Sekjen KONI

Deputi IV Kemenpora didakwa terima suap dari Sekjen KONI

6 Mei 2019 15:09 WIB
Deputi IV Kemenpora didakwa terima suap dari Sekjen KONI
Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana menjalani sidang pembacaan dakwaan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (6/5) (Foto: ANTARA/Desca Lidya Natalia)
Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana didakwa oleh jaksa telah menerima suap berupa satu unit mobil Toyota Fortuner, uang Rp400 juta dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9 senilai total sekitar Rp900 juta dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum (Bendum) KONI Johny E Awuy.

"Terdakwa Mulyana selaku Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora menerima hadiah berupa satu unit mobil Fortuner VRZ TRD nomor polisi B 1749 ZJB, uang Rp300 juta, satu ATM dengan saldo Rp100 juta, dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9 dari Ending Fuad Hamidy selaku Sekjen KONI dan Johny E Awuy selaku Bendum KONI," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ronald Worotikan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Tujuan pemberian hadiah tersebut adalah agar Mulyana membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI Pusat kepada Kemenpora tahun 2019.

Pemberian pertama adalah terkait proposal hibah pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multievent Asian Games ke-18 dan Asian Para Games ke-3 pada 2018 dengan usulan dana dari KONI sebesar Rp51,529 miliar yang diajukan Tono Suratman selaku Ketua Umum KONI Pusat.

"Menindaklanjuti surat tersebut, Imam Nahrawi selaku Menteri Pemuda dan Olahraga melakukan disposisi kepada terdakwa selaku Deputi IV untuk ditelaah dan dilanjutkan kepada Asisten Deputi Olahraga dan Prestasi, Pejabat Pembuat Komitmen dan tim verifikasi untuk dilakukan penelitian apakah proposal tersebut layak diberikan,"ujar jaksa Ronald.

Untuk mempercepat proses pencairan dana hibah tersebut, Mulyana meminta dibelikan mobil kepada Bendahara Pengeluaran Pembantu Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Kemenpora Supriyono. Supriyono lalu menyampaikan hal itu kepada Ending.

"Pada 17 April 2018, Supriyono dengan menggunakan uang yang diberikan Ending membeli satu unit mobil Toyota Fortuner VRZ TRD hitam seharga Rp489,9 juta yang kepemilikannya diatasnamakan sopir Supriyono, Widhi Romadoni, kemudian terdakwa menerimanya di rumahnya di Jakarta Timur pada April 2018," ungkap jaksa Ronal.

Setelah dilakukan penelitian oleh tim verifikasi, Chandra Bhakti selaku PPK menyetujui dana hibah yang diberikan kepada KONI Pusat sejumlah Rp30 miliar dan dituangkan dalam perjanjian kerja sama pada 24 Mei 2018.

"Setelah proposal disetujui Kemenpora, terdakwa dan Adhi Purnomo selaku ketua tim verifikasi memberi arahan kepada Ending Fuad Hamidy untuk berkoordinasi dengan MIftahul Ulum selaku asisten pribadi Imam Nahrawi terkait jumlah 'commitment fee' yang harus diberikan KONI kepada Kemenpora agar dana hibah segera dicairkan," ujar jaksa Ronald.

Setelah berkoordinasi dengan Miftahul Ulum, disepakati "commitment fee" untuk Kemenpora sebesar 15-19 persen dari total nilai bantuan dana hibah.

Pencairan tahap I dilakukan pada 6 Juni 2018, yaitu sejumlah Rp21 miliar atau 70 persen dari total proposal yang disetujui. Setelah pencairan, Mulyana kembali menerima "fee" Rp300 juta diberikan Johny E Awuy di ruangan kerja Mulyana pada Juni 2018.

Setelah pemberian itu, pada 8 November 2018 dilakukan pencairan dana tahap II pada 8 November 2018 sebesar 30 persen atau sejumlah Rp9 miliar.

Pemberian kedua adalah terkait proposal dukungan KONI dalam pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun 2018 dengan usulan sejumlah Rp27,506 miliar.

Imam Nahrawi kembali membuat disposisi kepada Mulyana untuk dilakukan telaah dan dilanjutkan kepada Asisten Deputi Olahraga dan Prestasi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan tim verifikasi untuk dilakukan penelitian.

Dalam rapat pembahasan yang dihadiri oleh Mulyana, Asisten Deputi Olahraga Prestasi pada Deputi IV Chandra Bakti dan Ketua Tim Verifikasi Adhi Purnomo ternyata proposal yang diajukan KONI tidak sesuai dengan peraturan presiden karena waktu pengajuan sudah akhir 2018 dan dana hibah akan digunakan untuk 2019, sehingga Mulyana meminta Ending untuk merevisi proposal tersebut.

"Untuk memperlancar proses persetujuan itu, terdakwa meminta handphone kepda Ending Fuad Hamidy yang disampaikan oleh terdakwa mealui Atam selaku sopir Ending. Selanjutnya Ending meminta Johny Auwy menyerahkan uang sejumlah Rp100 juta dan 1 handphone Samsung Galaxy Note 0 sesuai permintaan terdakwa," ungkap jaksa Ronald.

Pemberian handphone dan kartu ATM itu dilakukan pada 27 September 2018 di Restoran Bakso Lapangan Tembak Senayan. Johny E Awuy menyampaikan kepada terdakwa, "Pak uang yang di lapangan tembak yang tidak jadi diambil saya masukkan ke bank dan ini ATM-nya beserta nomor pinnya, bapak tinggal ambil uangnya lewat ATM itu".

Kartu ATM diterima Mulyana, dan beberapa hari kemudian Mulyana mengGanti nomor PIN kaRtu ATM dengan nomor PIN baru agar uang dalam ATM tidak dapat ditarik orang lain selain Mulyana .

Ending pada 28 November 2018 kembali mengajukan proposal perbaikan yang dibuat secara "back date" tertanggal 10 Agustus 2018 dengan usulan dana Rp21,062 miliar. Selanjutnya Imam Nahrawi memberikan disposisi kepada Mulyana untuk menelaah proposal perbaikan itu.

Dalam rapat verifikasi pada 6 Desember 2018, disepakati dana hibah yang diberikan adalah sejumlah Rp17,971 miliar untuk pelaksanaan kegiatan terhitung 1 Juli sampai dengan 31 Desember 2018 dengan ditandatangani MoU pada 7 Desember 2018 padahal proses verifikasi belum selesai dilakukan.

Pencairan dana hibah dilakukan pada 13 Desember 2018 senilai Rp17,971 miliar dengan transfer ke rekening KONI Pusat.

"Masih pada 13 Desember 2018, sesuai arahan Miftahul Ulum, Ending memerintahkan Suradi selaku Sekretaris Bidang Perencanaan dan Anggaran KONI Suradi untuk mengetik daftar rincian para penerima dana 'commitment fee' dari Kemenpora atas pencairan dana sejumlah Rp17,971 miliar di dalam daftar tersebut di antaranya tertulis inisial 'Mly' yaitu Mulyana sejumlah Rp400 juta, 'Ap' yaitu Adhi Purnomo selaku Pejabat Pembuat Komitmen sejumlah Rp250 juta, dan 'Ek' yaitu Eko Triyanta (staf pada Deputi IV Kemenpora) sejumlah Rp20 juta," ungkap jaksa Ronald.

Pada 17 Desember 2018, Ending meminta Eko Triyanta mengambil uang fee ke kantor KONI Pusat, selanjutnya Eko melaporkan kepada Adhi Purnomo bahwa akan ada "tanda terima kasih" untuk Adhi Purnomo dan dijawab dengan mengatakan "Kalau ada tanda terima kasih, Insya Allah akan saya gunakan untuk menambah pembayaran cicilan rumah".

Penyerahan uang untuk Adhi dan Eko tersebut dilakukan pada 18 Desember 2018 di gedung KONI Pusat dengan Ending memberikan Rp215 juta kepada Eko dengan mengatakan "sekalian saja biar dibawa Eko, sekalian kasihkan ke Pak Adhi". Saat Eko kembali ke kantor Kemenpora, ia langsung diamankan petugas KPK beserta barang bukti uang.

Atas dakwaan tersebut, Mulyana tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi), dan sidang dilanjutkan pada 13 Mei 2019.
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019