Sejumlah anggota Koperasi Lombok Sejati di bawah binaan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil Menengah (UMKM) Nusa Tenggara Barat terancam jatuh miskin karena harus membayar pinjaman pokok beserta bunga dan denda yang relatif tinggi.Saya bingung bagaimana cara perhitungan koperasi sehingga jumlah utang saya terus membengkak
Sri Rezky, salah seorang anggota Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Lombok Sejati, yang ditemui di Mataram, Senin, mengaku meminjam sebesar Rp400 juta dalam jangka waktu pengembalian selama enam bulan dengan bunga 3,5 persen per bulan, denda tunggakan 5 persen per bulan.
"Total utang yang harus saya bayar mencapai Rp2,3 miliar dari pokok pinjaman sebesar Rp400 juta. Dari mana saya harus mendapatkan uang sebesar itu," katanya.
Hal serupa juga dialami Lalu Supartha. Pria yang pernah bekerja di salah satu bank umum nasional itu mengaku meminjam Rp1 miliar untuk membiayai proyek pembangunan perumahan di Kabupaten Lombok Tengah.
Namun karena bisnisnya tidak jalan sesuai harapan, ia tidak mampu mengembalikan utang beserta bunganya sebesar 3,5 persen per bulan sehingga dikenakan denda sebesar 5 persen per bulan. Total yang harus dibayar menjadi Rp3 miliar.
"Saya bingung bagaimana cara perhitungan koperasi sehingga jumlah utang saya terus membengkak, padahal saya sudah pernah menyetor angsuran beberapa kali melalui rekening atas nama ketua koperasi," ujarnya.
Sri Rezky, dan Lalu Supartha, merupakan dua dari delapan anggota KSP Lombok Sejati, yang tengah ditangani laporannya oleh Dewan Koperasi Indonesia Wilayah (Dekopinwil) NTB.
Menanggapi hal itu, Dewan Penasehat Dekopinwil NTB, H Lalu Mudjitahid, menyatakan praktik pemberian pinjaman kepada anggota yang dilakukan oleh KSP Lombok Sejati bisa dikategorikan bencana, di tengah upaya Pemerintah Provinsi NTB menggencarkan koperasi berbasis syariah.
"Apa yang dilakukan oleh KSP Lombok Sejati tidak sesuai dengan asas-asas perkoperasian, yakni membangun kesejahteran secara bersama-sama," ucap mantan Bupati Lombok Barat, dan Wali Kota Mataram itu.
Ketua Badan Pelayanan dan Konsultan Hukum, Dekopinwil NTB, Lalu Azhabuddin, SH, menegaskan pihaknya akan terus memberikan pendampingan kepada anggota KSP Lombok Sejati yang merasa dirugikan dengan skema peminjaman dengan bunga dan denda yang sangat memberatkan anggota.
"Kami juga mendesak agar Dinas Koperasi dan UMKM NTB bisa menyelesaikan permasalahan tersebut secara adil sesuai Undang-Undang Perkoperasian," katanya.
Sementara itu, Ketua KSP Lombok Sejati, Hendro Kartiko, membenarkan bahwa pinjaman dengan bunga sebesar 3,5 persen per bulan dan denda keterlambatan pengembalian pinjaman sebesar 5 persen per bulan. Namun, hal itu terjadi ketika dirinya belum menjabat sebagai ketua.
"Kami sudah tidak lagi memberlakukan pinjaman dengan bunga dan denda sebesar itu. Sekarang bunga pinjaman maksimal sebesar 2,5 persen dan denda keterlambatan 3 persen per bulan. Itu sesuai kesepatan seluruh anggota dalam rapat anggota tahunan," katanya.
Ia juga membantah memberatkan anggota yang belum mampu mengembalikan pinjamannya selama bertahun-tahun dengan alasan nilai yang harus dikembalikan relatif besar. Namun pihaknya memberikan ruang mediasi dan toleransi asalkan dikomunikasikan secara baik-baik.
"Kami sudah melakukan mediasi difasilitasi dengan Dinas Koperasi dan UMKM NTB, tapi apa hasilnya, sampai sekarang mereka belum mau melaksanakan keputusan hasil mediasi dan keputusan pengadilan hingga mahkamah agung," ucap Hendro.
Pewarta: Awaludin
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019