Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan kritik yang dikemukakan masyarakat untuk Pemerintah bukan termasuk pelanggaran hukum, melainkan bentuk kebebasan berpendapat di negara demokratis.
Hal itu disampaikan JK menanggapi rencana Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Wiranto yang akan membentuk Tim Hukum Nasional. Menurut JK, rencana tersebut tidak akan menghasilkan produk hukum baru terkait pengaturan terhadap kebebasan berpendapat.
"Ini kan karena ada teknologi baru, cara orang mencerca dengan medsos. Kan tidak semuanya tentu tercantum dalam aturan-aturan yang sudah ada. Jangan lupa, tidak semua orang yang mengkritik kena hukum, tidak," kata JK di Kantor Wapres Jakarta, Selasa.
Kebebasan berpendapat menjadi salah satu tolok ukur terhadap suatu negara demokratis. Namun, apabila pendapat tersebut sudah mengarah menjadi ujaran kebencian, maka itu perlu diproses hukum.
"Saya kira, Pak Wiranto mengatakan 'siapa yang melanggar hukum'. Jadi, kalau melanggar hukum ya harus mendapatkan ganjaran hukum. Karena itu, orang-orang yang membuat hoaks, mencerca, kalau melanggar hukum ya diproses," jelasnya.
Sebelumnya, Wiranto menggelar rapat koordinasi terbatas di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta, Senin (6/4), dengan dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dan Wakil Kepala Polri Komjen Pol. Ari Dono Sukmanto.
Usai rakortas, Wiranto mengatakan akan membentuk Tim Hukum Nasional yang bertujuan untuk meneliti ucapan, tindakan dan pemikiran dari tokoh-tokoh tertentu yang dianggap berpotensi melanggar hukum. Tim tersebut nantinya beranggotakan para pakar hukum tata negara dan akademisi di bidang hukum dari berbagai universitas.
"Siapa pun dia, walaupun mantan tokoh, tidak ada masalah. Saat dia melanggar hukum, akan kita tindak tegas," kata Wiranto di Jakarta, Senin.
Rencana pembentukan tim tersebut dikhawatirkan menjadi pembatasan terhadap kebebasan berekspresi di Indonesia.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019