Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemindahan ibu kota Pemerintahan Indonesia dari DKI Jakarta dapat dilakukan dengan sistem sewa dari BUMN atau swasta maupun menggunakan skema tukar guling atau "ruislah".
JK menjelaskan sistem sewa dapat dilakukan dengan mencontoh Malaysia ketika memindahkan ibu kota pemerintahannya dari Kuala Lumpur ke Putrajaya.
"Di Malaysia itu sistem sewa malah, yang bikin itu Petronas, Pertamina-nya Malaysia. Itu yang bikin. Baru kemudian pemerintah menyewa," kata JK kepada wartawan, di Kantor Wapres Jakarta, Selasa.
Selain itu, skema tukar guling dapat dilakukan dengan menyewakan gedung-gedung kantor pemerintahan di Jakarta yang nantinya tidak akan dipakai karena semua kegiatan pemerintahan berpindah.
"Boleh juga skema 'ruislah', karena gedung-gedung kantor di sini, di sepanjang Jalan Thamrin - tentu yang punya Pemerintah - pasti tidak dipakai lagi," ujarnya pula.
Namun, lanjut JK, yang terpenting saat ini adalah penentuan lokasi dimana sebaiknya ibu kota Pemerintahan Indonesia dipindahkan. Setelah mendapatkan lokasi yang tepat dan memenuhi syarat, maka skema-skema pembiayaan dapat dibahas lebih lanjut.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo usai buka puasa bersama para pimpinan lembaga negara di Istana Negara Jakarta, Senin (6/5), mengatakan Pemerintah tidak akan menggunakan APBN untuk pembiayaan pemindahan ibu kota Pemerintahan Indonesia.
"Yang penting anggaran kita siap. Saya sampaikan, tidak membebani APBN," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam acara buka puasa bersama para pimpinan lembaga negara di Istana Negara Jakarta, Senin.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019