Batik tentu punya pasar yang cukup besar, mendekati 60 juta dolar AS per tahun. Ini kami dorong terus
Kementerian Perindustrian membidik nilai ekspor industri batik meningkat 6-8 persen tahun ini dibandingkan 2018 sebesar 52,44 juta dolar AS dengan pasar utama Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.
“Batik tentu punya pasar yang cukup besar, mendekati 60 juta dolar AS per tahun. Ini kami dorong terus,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Rabu.
Menurut Airlangga, tantangan utama dalam mendongkrak ekspor industri batik yakni inovasi desain, yang hal ini menjadi sangat penting di dunia fesyen.
“Namanya lifestyle tergantung pada desain dan tergantung selera publik. Tapi, batik kita lihat desainnya sudah modern saat ini, dari segi warna dan campurannya dengan tenun dan sulaman. Itu semakin baik,” ungkap Airlangga.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih menyampaikan bahwa tantangan lainnya adalah bahan baku.
“Batik yang mahal itu kan yang dari sutra, kemudian katun. Kalau katun kan memang kita impor ya karena belum ada di dalam negeri,” ujar Gati.
Saat ini, lanjutnya, industri batik di Indonesia mulai diperkenalkan dengan serat bemberg yang berasal dari Jepang.
Serat ini, tambahnya, memiliki tampilan yang lembut seperti sutra, namun dengan harga yang lebih terjangkau ketimbang sutra.
“Serat ini berasal dari biji kapas dan bagus sekali untuk diolah,” tukas Gati.
Selain itu, Kemenperin juga mendorong penggunaan serat rayon dalam produksi batik, yang saat ini mampu diproduksi di dalam negeri.
“Di era globalisasi, produk IKM harus didukung dengan kualitas atau mutu yang baik dan tentunya memiliki standar. Strategi yang perlu dibangun untuk bersaing di pasar global itu, antara lain dilakukan melalui pengembangan inovasi desain dan produk,” tuturnya.
Baca juga: Beragam batik warnai sidang Dewan Keamanan PBB
Baca juga: Indonesia presentasikan batik di pameran Kamboja
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019