• Beranda
  • Berita
  • Tiga investor bangun tambak udang intensif 480 ha di Sulteng

Tiga investor bangun tambak udang intensif 480 ha di Sulteng

10 Mei 2019 10:19 WIB
Tiga investor bangun tambak udang intensif 480 ha di Sulteng
Ilustrasi - Kadis KP Sulteng, yang juga penemu teknologi budidaya udang supra intensif Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP menjelaskan kepada wartawan hasil rekayasa konstruksi teknologi ini sehingga dapat direplikasi pengusaha tambak skala kecil di Palu, Selasa (20/2) (Antaranews Sulteng/Rolex Malaha)

Bila investasi yang ditanamkan mencapai Rp500 juta setiap hektare, total investasi yang akan tertanam pada tiga proyek tambak udang intensif ini akan bernilai sekitar Rp240 miliar.

Tiga investor sedang membangun tambak udang dengan pengelolaan intensif di Kabupaten Toli-toli, Parigi Moutong, dan Banggai, Sulawesi Tengah, dengan total luas areal 480 hektare.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng Hasanuddin Atjo yang dihubungi di Palu, Jumat, mengatakan bahwa di Kabupaten Tolitoli, tambak yang sedang dibangun seluas 80 hektare, Banggai 200 hektare, dan Parigi 200 hektare.

Hasanuddin Atjo yang juga Ketua Shrimp Club Indonesia (SCI) Wilayah Sulawesi, Malaku, dan Papua itu tidak merinci identitas para investor namun mengemukakan bahwa komitmen mereka sangat tinggi sehingga investasi ini sudah direalisasikan dan diharapkan sudah berproduksi pada 2020.

Bila investasi yang ditanamkan mencapai Rp500 juta setiap hektare, total investasi yang akan tertanam pada tiga proyek tambak udang intensif ini akan bernilai sekitar Rp240 miliar.

"Tambak ini akan dikelola dengan teknologi intensif yang produktivitasnya antara 30 sampai 40 ton tiap hektare. Tambak-tambak ini juga akan dilengkapi dengan instalasi pembibitan (hatchery) dan industri pengolahan," kata Atjo yang juga pemilik tambak udang modern di Kabupaten Barru, Sulsel, itu.

Menurut dia, pihaknya memilih tiga kabupaten itu sebagai lokasi pengembangan tambak udang di Sulteng karena disesuaikan dengan cluster pengembangan sektor perikanan di Sulteng yakni Cluster I di Selat Makassar dan laut Sulawesi, Cluster II di Teluk Tomini dan Cluster III di Kepulauan banggai dan Teluk Tolo.

Jadi, kata Atjo menjelaskan bahwa tambak udang skala besar di Tolitoli akan mewakili Cluster I yang akan menyerap produksi dari Kabupaten Donggala dan Buol, tambak Parigi akan menyerap produksi dari Gorontalo, Poso dan Tojo Unauna sedangkan tambak di Banggai akan menampung produksi dari Banggai dan Morowali.

Hasanuddin Atjo yang juga penemu teknologi budidaya udang supra intensif Indonesia yang diluncurkan pada 2013 itu menyebutkan bahwa pemerintah mencanangkan penambahan devisa ekspor sebesar 1 miliar dolar AS sampai 2024 sehingga sejumlah daerah baru kini digarap untuk menjadi basis-basis produksi udang.

Menurut catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan, saat  ini Indonesia  merupakan produsen udang terbesar kedua di dunia setelah China dengan jumlah produksi 1,25 juta ton pada 2018 dengan pertumbuhan rata-rata produksi 10 persen/tahun. Dari jumlah itu, Indonesia mencatat ekspor udang sekitar 180.000 ton dengan nilai devisa yang dihasilkan 1,75 miliar dolar AS.

Sulteng sendiri pada 2018 memproduksi 11.185 ton udang, naik dibanding 2017 sebanyak 8.300 ton udang. Produksi udang 2018 itu sebenarnya bisa lebih besar lagi kalau bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuefaksi melanda daerah ini 28 September 2018. "Kami kehilangan produksi udang sebesar 20 persen," ujar Atjo.

Ia menambahkan bahwa selain memproduksi udang, Sulteng pada 2018 juga memproduksi benih udang vaname sebanyak 1 juta ekor dan benih udang windu 300.000 ton.

Pewarta: Rolex Malaha
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019