Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Jumat, mengatakan selain menggunakan bahan-bahan kimia berupa TATP, EY dapat membuat rangkaian pemicu bom.
Apabila terjadi demo besar-besaran di Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat penetapan hasil pemilu, EY telah memperkirakan alat pengacak sinyal diaktifkan sehingga gawai tidak dapat digunakan secara maksimal sebagai pemicu bom.
"Oleh karenanya dia sudah memodifikasi 'switching' bomnya dengan menggunakan 'router'," ujar Dedi Prasetyo.
Diketahui sampai saat ini belum ada alat pengacak sinyal yang dapat menghalangi jaringan Wi-Fi, apalagi dengan booster jaringan yang dipancarkan Wi-Fi radiusnya semakin luas.
"Dengan menggunakan router seperti ini dia radiusnya menjadi 500 meter, tambah lagi penguatnya, dia bisa radiusnya hingga satu kilometer," ucap Dedi Prasetyo.
Strategi yang digunakan dapat meletakkan beberapa ransel berisi bom di kerumunan massa dan meledakannya dari jarak satu kilometer dengan menggunakan gawainya.
Peledakan bom dapat dilakukan satu per satu atau serta merta, tetapi hingga kini masih didalami.
Setelah menangkap EY dan anggota kelompoknya berinisial YM pada Rabu, Densus masih memburu anggota kelompoknya yang lain.
"Densus 88 usaha semaksimal mungkin sebelum tanggal 22 Mei diharapkan dengan upaya-upaya yang telah dilakukan selama ini, tidak ada aksi terorisme," kata dia.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019