Kajian meliputi unsur geologi, hidrologi, hidrogeologi, geoteknik dan keekonomian...
Selama empat bulan 1 Juni sampai 30 September 2019 salah satu blok tambang batu bara di Kalimantan Timur (Kaltim)akan mengadopsi teknologi gasifikasi batu bara bawah permukaan (UCG) yang dikembangkan oleh para peneliti Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk melihat kajian potensi cadangan batu bara.
"Kajian meliputi unsur geologi, hidrologi, hidrogeologi, geoteknik dan keekonomian, sehingga akan didapatkan kajian yang komprehensif terkait keekonomian, keamanan dan nilai cadangan batu bara untuk pengembangan UCG di perusahaan batu bara di Kaltim, " kata Kepala Puslitbang tekMIRA, Hermansyah dalam informasi tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu.
Hermansyah menuturkan,kajian ini dilatarbelakangi oleh status tambang terbuka perusahaan yang sudah mencapai kedalaman 200 meter. Kondisi ini hampir mencapai pit limit, di mana batas lubang galian tambang batu bara terbuka baik luas permukaan tambang maupun sisi/dinding tambang, dan luas dasar tambang yang dapat dibuka, mencapai batas ekonomis serta keamanan.
Hal ini menyebabkan ongkos produksi akan semakin besar dibandingkan dengan nilai jual batu bara tersebut. Akan tetapi, sumber daya batu bara di bawah 200 meter tentunya masih sangat besar dan sangat disayangkan apabila tidak dimanfaatkan secara optimal, apalagi luas area perusahaan batu bara tersebut lebih dari 7.000 hektare.
Puslitbang TekMIRA menawarkan salah satu metode pemanfaatan batu bara di kedalaman lebih dari 200 meter dengan teknologi UCG yang mengekstrak dan mengkonversikan batu bara di bawah permukaan menjadi synthetic nature gas (syn-gas/SNG). Teknologi unkonvensional ini tidak memerlukan penggalian batuan penutup dan lapisan batu bara terlebih dahulu.
Selain dapat dimanfatkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik, teknologi non-konvensional ini juga menghasilkan syngas untuk berbagai keperluan seperti bahan kimia industri petrokimia (amonia, methanol, dan sebagainya) dan pembuatan BBM/BBG sintentis dan bahan kimia industri.
UCG juga menghasilkan karbondioksida (CO2) sebagai bahan enhance oil recovery (EOR) untuk meningkatkan produksi minyak nasional. Biaya produksi syngas UCG lebih murah dibandingkan impor LNG.
Teknologi UCG membantu perusahaan batu bara dalam menggunakan batu bara lapisan dalam, yang secara ekonomi tidak layak ditambang. Biaya modal dan operasionalnya lebih rendah dibandingkan gasifikasi batubara di permukaan. Perusahaan pun dapat mengurangi dampak lingkungan serta biaya reklamasi dan pascatambang karena tidak mengubah bentang alam.
Teknologi UCG telah dimanfaatkan secara komersial di Uzbekistan sejak tahun 1945 sampai sekarang. Sejumlah negara seperti Selandia Baru, China, Amerika Serikat, Australia, Kanada, Afrika Selatan dan India juga telah melakukan penelitian dan ujicoba UCG.
Berdasarkan data dari Badan Geologi (2013) menunjukkan ada sekitar 40 miliar ton batu bara yang berada di bawah tanah (kedalaman lebih dari 150 meter) yang dapat menjadi sumber energi untuk listrik. Diperkirakan potensi gas batu bara yang dapat dihasilkan dari teknologi UCG sekitar 13,5 kali lipat dari potensi gas saat ini.
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019