• Beranda
  • Berita
  • Semangat korban likuifaksi Petobo jalani Ramadhan

Semangat korban likuifaksi Petobo jalani Ramadhan

11 Mei 2019 22:07 WIB
Semangat korban likuifaksi Petobo jalani Ramadhan
Korban gempa dan likuifaksi Petobo menempati hunian sementara yang dibangun oleh pemerintah di lokasi pengungsian. (Antaranews/Muhammad Hajiji)
Hampir delapan bulan peristiwa mengenaskan gempa bumi disertai likuifaksi di Kelurahan Petobo Kecamatan Palu Selatan, Sulawesi Tengah, yang meluluhlantakkan bangunan, mengguncang perasaan, psikologi, serta mendapat perhatian dunia, berlalu.

Sekitar 3.000 jiwa lebih warga Kelurahan Petobo saat ini tinggal di hunian sementara yang di bangun oleh pemerintah dan relawan di lokasi pengungsian sebelah timur eks-lokasi likuifaksi Petobo atau di Jalan Jepang.

Gempa dan likuifaksi mengubah keadaan. Kini, korban menjalani Ramadhan di lokasi pengungsian, berbeda dengan kondisi sebelum bencana itu melanda.
"Ini suatu kenyataan, semua kami pasrahkan kepada Allah. Bencana yang terjadi tidak terlepas dari ketentuan Allah, Dia yang mengatur kehidupan," ucap Fajar, salah seorang korban gempa dan likuifaksi Petobo.

Walaupun kondisi dan suasana berbeda jauh, namun korban gempa dan likuifaksi Petobo tetap semangat menjalani ibadah puasa dan ibadah lainnya di bulan Ramadhan.

Pada Minggu (5/5), tradisi seperti menyiram kubur/makam keluarga untuk mendoakan keluarga yang sudah pergi meninggalkan mereka. Kemudian 'molabe' atau pembacaan doa selamatan di malam pertama Ramadhan sebelum dan sesudah shalat tarawih sebagai salah satu tradisi masyarakat Petobo, hingga kini masih tetap di lestarikan.

"Ziarah makam, membersihkan dan menyiram serta mendoakan mereka yang telah meninggal, kemudian molabe atau membaca doa selamatan. Ini budaya setiap tahun sebelum puasa dan setelah puasa/shalat Idul Fitri. Hanya untuk pemanjatan doa kepada Allah," ujar Abd Naim salah satu korban likuifaksi Petobo.

Malam pertama Ramadhan hingga malam ke tujuh Ramadhan, korban likuifaksi Petobo antusias melaksanakan shalat isya, tarawih dan witir secara berjamaah di Masjid Alfurqan di lokasi pengungsian.

Masjid tersebut kekurangan air. Karena itu, pemerintah perlu menyediakan air dan sarana penampungan air serta sarana wudhu, untuk menunjang korban khususnya umat Islam melaksanakan ibadah shalat isya, tarawih dan witir di masjid yang terletak di sebelah barat hunian sementara.

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) RI Perwakilan Sulawesi Tengah Dedi Askary menyatakan pemerintah daerah segera antisipasi kekurangan air di titik-titik pengungsian.

Menurutnya, Pemerintah Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala harus segera mengambil tindakan nyata terkait keterbatasan air di pengungsian, baik yang ada di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Kab. Donggala.

Memasuki hari keempat Ramadhan 1440 Hijriah yang menjadi keluhan masyarakat pengungsi di tiga daerah tersebut adalah ketidakcukupan pasokan air bersih, khususnya di masjid.

"Mestinya apa yang dikeluhkan masyarakat di beberapa titik pengungsian di Kota Palu, Sigi, dan Donggala tidak perlu terjadi jika pemerintah daerah mengantisipasinya," ujar Dedi Askary.

Ia mengingatkan bahwa menyediakan sarana dan prasarana untuk beribadah khususnya di lokasi pengungsian menjadi tanggung jawab negara.


Bantu Korban

Ketua Majelis Ulama (MUI) Kota Palu, Sulawesi Tengah Prof Dr H Zainal Abidin MAg menilai bulan suci Ramadhan mengajarkan untuk saling tolong menolong, menghibur orang yang sedang berduka karena tertimpa musibah/bencana atau lainnya, sekaligus sebagai obat rindu di kala dalam suasana duka.

"Ramadhan menjadi momen yang tepat untuk menghibur hati, bersihkan hati dengan perbanyak amalan zikir dan doa serta ibadah, serta bulan Ramadhan dapat dijadikan sebagai ladang amal untuk bantu dan peduli terhadap orang lain yang membutuhkan bantuan saudaranya karena tertimpa musibah," kata dia.

Prof Zainal mengatakan, dengan berzikir dan mengingat Allah hati dapat menjadi tenang, sebagaimana firman Allah dalam Surah Ar-Ra’d ayat 28 yang berbunyi 'Hanya dengan mengingat-Ku hati akan menjadi tenang'.

Dewan Pakar Pengurus Besar Alkhairaat itu mengutarakan dengan zikir dan mengingat Allah, artinya seorang hamba sedang berusaha untuk mendekat dengan Sang Pencipta. Berusaha untuk pasrah dan menyerahkan segala urusan dan kebutuhannya serta problem dan tantangan dihadapi, diserahkannya kepada Allah sebagai pengatur kehidupan.

Puasa, kata dia, sesungguhnya adalah belajar untuk membersihkan hati dari sifat dengki, iri hati, mau menang sendiri atau egois serta sifat-sifat buruk lainnya.

Bahkan, bulan Ramadhan dapat dijadikan sebagai ladang amal untuk membantu dan peduli terhadap orang lain yang membutuhkan bantuan saudaranya. Itulah ujian bagi orang beriman, dimana ketika orang lain tertimpa musibah harus dibantu.

"Orang yang berduka karena tertimpa musibah atau lainnya, juga menjadi ujian bagi orang beriman, apa dia peduli terhadap orang di sekelilingnya? Puasa mengajarkan kepedulian itu," ujar dia.

Ia mengemukakan boleh jadi bencana yang terjadi merupakan ujian bukan hanya buat mereka yang tertimpa, tetapi ujian bagi mereka yang tidak tertimpa musibah.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulawesi Tengah ini mengimbau kepada masyarakat utamanya umat Islam bahwa yakinlah bahwa sang pencipta akan memberikan apa yang kita butuhkan.

Pernyataan ini sesuai dengan Firman Allah dalam Quran Surah Al-Mukmin Ayat 60 yang berbunyi “Berdoalah (mintalah) kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan untukmu”.

"Bulan Ramadhan yang dimuliakan oleh Allah SWT, dapat menjadi salah satu kesempatan untuk meminta kepada Allah, manfaatkanlah kesempatan ini," ujar dia.

Dirinya mengetahui persis psikologi umat Islam yang terdampak bencana, yang mau atau tidak mau, akan menjalani puasa di lokasi-lokasi pengungsian. Namun, kata dia, bergembiralah menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.

"Jangan terus-terusan bersedih, dan jangan berlebihan bersedih. Sebab, kita hidup di dunia milik Allah. Segala sesuatu yang terjadi tidak terlepas dari ketentuan Allah," sebut Guru Besar Pemikiran Islam Modern Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu itu.

Bencana yang terjadi dan kehidupan setelah bencana yang di jalani oleh umat Islam di pengungsian, menurut Rois Syuria Nahdlatul Ulama Sulteng itu, tidak mungkin di luar dari kesanggupan setiap manusia. Sebab, Allah memberikan ujian berupa bencana kepada manusia sesuai dengan kemampuan dan kesanggupannya.

Di sisi lain, Prof Dr H Zainal Abidin MAg mengemukakan salah satu dari tujuan Ramadhan meningkatkan ketaqwaan umat Islam.

"Sesuai dengan ayat tentang puasa, bahwa puasa bertujuan meningkatkan taqwa," ucap Zainal. Pernyataan mengutip Firman Allah dalam Surah Albaqarah Ayat 183 yang berbunyi "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa,".

Karena itu, Ramadhan memberikan pendidikan kepada umat Islam untuk meningkatkan taqwa kepada Allah SWT, kata Zainal di hadapan ribuan jamaah Masjid Baiturrahim.

Ia menyebut salah satu dari pengertian taqwa adalah berserah diri atau pasrah kepada Allah SWT. Namun, Dewan Pakar Pengurus Besar Alkhairaat itu menyebut, sebelum berserah diri dan pasrah kepada Allah SWT harus di awali dengan usaha.

"Usaha dulu, gunakan semua jalan yang sesuai dengan anjuran agama. Jika sudah dilakukan, baru kemudian serahkan kepada Allah SWT," ujar dia.

Dia mengemukakan bahwa di dalam Islam banyak pandangan, pendapat dan penafsiran terhadap pengertian taqwa. Salah satunya menyebutkan kata 'Taq' di awal kata taqwa, merupakan Tawaqqal. Oleh, Guru Besar Pemikiran Islam Modern IAIN Palu mengemukakan, umat Islam jangan terjebak atau berpatokan pada satu pendapat.

"Ada banyak pendapat, terserah mau ikut pendapat yang mana. Asalkan, tidak saling menyalahkan. Karena semua pendapat memiliki dasar yang kuat," sebutnya.

Rois Syuriah Nahdlatul Ulama Sulawesi Tengah ini menilai bulan suci Ramadhan mengajarkan untuk saling tolong menolong, menghibur orang yang sedang berduka karena tertimpa musibah/bencana atau lainnya, sekaligus sebagai obat rindu di kala dalam suasana duka.

"Ramadhan menjadi momen yang tepat untuk menghibur hati, bersihkan hati dengan perbanyak amalan zikir dan doa serta ibadah, serta bulan Ramadhan dapat dijadikan sebagai ladang amal untuk bantu dan peduli terhadap orang lain yang membutuhkan bantuan saudaranya karena tertimpa musibah," kata dia.


Naik Derajat

Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Sulawesi Tengah, Prof Dr H Sagaf S Pettalongi, MPd menilai gempa bumi, tsunami dan likuifaksi yang terjadi pada 28 September 2018 serta bencana banjir bandang yang menimpa beberapa desa di Kabupaten Sigi, merupakan proses, ujian dari Tuhan Yang Maha Esa untuk hambaNya yang ingin naik derajat.

"Ada berbagai macam cara Allah untuk menaikkan derajat hambaNya. Bencana gempa, tsunami dan likuifaksi serta banjir bandang bisa jadi, menjadi salah satu cara Tuhan untuk mengangkat derajat manusia," ucap Prof Sagaf S Pettalongi.

Ia mengemukakan tidak semua hamba atau manusia bisa naik derajat, melainkan hanya orang-orang tertentu yang bisa naik derajat. Orang-orang tersebut, hanya Allah yang lebih mengetahui.

Sagaf Pettalongi mengutip Al Quran ayat 186 Surah Al-Imran yang berbunyi "Kamu benar-benar akan diuji pada hartamu dan dirimu". Juga mengutip ayat yang berbunyi, "Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan,(QS. Al-Anbiya: 35).

"Karena itu, apa yang sedang dihadapi oleh masyarakat di Palu, dan Sigi khususnya di Kecamatan Dolo Selatan dan Gumbasa merupakan ujian, cobaan. Allah sayang masyarakat di wilayah tersebut," ujar dia.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Tengah itu, juga mengingatkan agar rapuh, pasrah. Sebab, di balik kesulitan dan kesusahan, ada kemudahan.

Pernyataan ini sejalan dengan ayat yang berbunyi, “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, (QS. Alam Nasyroh ayat 5). Ayat ini, sebut Sagaf Pettalongi, diulangi pada ayat 6 surah tersebut yang berbunyi "Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.

Dia mengimbau agar tidak berlama dalam kesedihan, dan bagi masyarakat yang terdampak, harus yakin bahwa di balik kesulitan itu akan ada balasan untuk menaikkan derajat.

Segala sesuatu adalah milik Allah maka bagi Allah mudah untuk diambil dan mudah untuk digantikan. Karena itu, bersabarlah, terima dengan ikhlas apa yang terjadi. Ingat bahwa ada kemudahan di balik kesulitan.*


Baca juga: BEI Kota Palu beroperasi, usai rusak akibat gempa

Baca juga: Mensos: bantuan jaminan hidup korban gempa diberikan sebelum Lebaran







 

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019