Masyarakat Muslim Indonesia di Wina, Austria, rutin menyelenggarakan buka puasa bersama yang menjadi ajang silaturahim sesama warga Indonesia dan mendengarkan ceramah keagamaan seperti yang diadakan di Kedutaan Besar Republik Indonesia/Perutusan Tetap Republik Indonesia (KBRI/PTRI) Wina, pada Sabtu.
KBRI Wina dalam keterangan pers yang diterima Antara Minggu menyebutkan buka puasa bersama yang diselenggarakan KBRI/PTRI Wina bersama Warga Pengajian Austria (WAPENA) menghadirkan Ustad Muhammad Syamsi Ali yang bermukim di New York, Amerika Serikat, dan aktif berdakwah untuk mempromosikan wajah Islam yang damai, sejuk, dan rahmatan lil ‘alamin di kalangan masyarakat Barat.
Ustad Syamsi Ali merupakan Ketua Masjid Al-Hikmah dan Direktur Jamaica Muslim Center di New York. Salah satu mutiara hikmah yang disampaikan adalah perlunya umat Islam menghargai perbedaan tetap mengedepankan persatuan. Hal ini berlaku bagi umat Muslim Indonesia yang dikaruniai anugerah berupa keragaman. “Indonesia ini sangat indah karena adanya keragaman. Ini merupakan kenikmatan luar biasa yang harus disyukuri. Sekarang pertanyaannya adalah bagaimana memahami keragaman tersebut secara proporsional sehingga kita bisa mendudukkannya secara benar,” ujar Ustad Syamsi.
Dia juga menjelaskan, Rasulullah Muhammad SAW menghargai dan bahkan mendorong keragaman di kalangan sahabat-sahabatnya. Sebagai contoh, suatu kali Nabi memerintahkan para sahabat pergi ke sebuah kampung dan berpesan agar mereka melaksanakan shalat setelah tiba di kampung tersebut. Di tengah jalan, ketika tiba waktu shalat sebagian sahabat melaksanakan shalat sementara sebagaian yang lain tidak.
Para sahabat pun saling menyalahkan lalu mengadu ke Nabi. Ternyata Nabi mengatakan bahwa mereka sama-sama benar karena berpatokan pada Alquran. Sahabat yang shalat berpatokan pada perintah untuk shalat pada waktunya, sementara sahabat yang tidak shalat berpegangan pada perintah Nabi untuk shalat setelah tiba di kampung yang dituju.
Kisah lain adalah Ibnu Hambal mengunjungi makam Imam Syafi’i. Imam Ibnu Hambal berpandangan bahwa shalat subuh tidak menggunakan qunut, sementara Imam Syafi’i berpendapat qunut merupakan sunah. Pada saat Imam Ibnu Hambal berziarah ke makam Imam Syafi’i, sengaja menggunakan qunut saat shalat subuh demi menghormati sang ahli kubur.
Dari kisah-kisah tersebut dapat dipetik hikmah perbedaan sesungguhnya indah dan tidak perlu menjadi sumber pertengkaran, terlebih sampai harus mengkafirkan orang yang jelas-jelas Muslim hanya karena perbedaan pandangan dan tata cara beribadah.
Lebih jauh, Ustad Syamsi juga menjelaskan bahwa agama tidak seharusnya menjadi sekat bagi umat manusia untuk saling menghormati dan berbuat kebajikan kepada sesama. Adalah sudah kehendak Allah bahwa umat manusia memeluk agama yang berbeda-beda, dan hal tersebut harus disikapi secara bijaksana.
"Dalam Alquran disebutkan bahwa jika Allah menghendaki, niscaya Dia bisa membuat seluruh umat manusia beriman. Tapi Allah tidak lakukan itu. Ini menunjukkan bahwa keragaman merupakan sunnatullah,” ujarnya.
Kerukunan antar-umat beragama sudah dicontohkan Nabi dengan Piagam Madinah yang dapat menjadi pemersatu bagi penduduk Madinah yang majemuk. Dalam konteks keindonesiaan, pemersatu itu adalah Pancasila dan UUD 45 yang harus dijaga dan dirawat bersama.
Dubes RI untuk Austria, Dr. Darmansjah Djumala, menyampaikan acara buka puasa merupakan ajang bagi masyarakat Indonesia di Austria untuk menjalin silaturahim. Selain masyarakat Muslim, hadir dari komunitas Kristen dan Hindu yang turut diundang untuk santap bersama.
“Acara dimaksudkan untuk menyediakan forum bagi masyarakat Indonesia mengadakan silatararhim di bulan Ramadan, di samping menumbuhkan semangat kebersamaan dan solidratis sesama masyarakat Indonesia di Austria. Oleh karena itulah saudara non-Muslim bergabung dalam acara makan malam. Kegiatan ini menjadi simbol masyarakat Indonesia terlepas dari ras, etnis, dan agamanya tetap merupakan saudara,” demikian Djumala.
Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019