Rainforest Fringe Festival digelar pada 5 - 12 Juli, RWMF pada 12 - 14 Juli, sedangkan Borneo Jazz Festival 19 - 21 Juli.
Datu Haji Salleh Askor, CEO Sarawak Tourism Board (STB), selaku penyelenggara, saat jumpa media pada April lalu di Kuching, Sarawak, memperkenalkan "3 Festivals 1 Destination". Ketiga even tersebut diselenggarakan pada Juli mengingat bulan itu adalah waktunya musim panas. Even selama 21 hari itu juga membidik para turis asing ke Sarawak, supaya lebih lama tinggal dan menikmati berbagai festival ikonik di wilayah itu.
Menurut dia, ketiga festival ini akan berbeda baik dari sisi budaya, penampilan dan seni, serta genre. Bagi Sarawak sendiri, festival dimulai dari Selatan dan berakhir di Utara. Rainforest Fringe Festival digelar di Kuching, RWMF di Sarawak Cultural Village yang terletak sedikit di Utara Kuching, sedangkan Borneo Jazz Festival di Miri, yang letaknya lebih jauh di Utara, berbatasan dengan Brunei Darussalam.
Ia menegaskan bahwa Sarawak adalah daerah yang penuh dengan warisan keanekaragaman budaya, musik dan kerajinan tangan yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Semangat tersebut yang ingin disebarluaskan ke dunia luar, dan menunjukkan kepada wisatawan bahwa pengalaman di Sarawak tidak akan dinikmati di tempat lain.
Puluhan ribu pengunjung
RWMF tahun ini sudah berusia 22 tahun. Dimulai pertama kali pada tahun 1998, dari gelaran yang sederhana dan hanya dihadiri sekitar 300 orang penonton. Namun kini, jumlah penonton sudah berkali-kali lipat. Berdasarkan data tahun lalu, ada 21.668 penonton yang memadati ajang tiga hari festival yang mengusung tema hutan hujan di bumi Borneo itu.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa sekitar 60 persen penonton adalah warga Malaysia sendiri, sisanya turis asing. Menariknya, penonton dari Sarawak naik 30 persen dibanding daerah lain di Malaysia.
Jumlah wisatawan asing yang berkunjung pada 2018, juga naik 26 persen dibanding tahun 2017. Penonton terbanyak dari kawasan Eropa dengan cakupan 15 persen, diikuti dari kawasan Asia di angka 10,2 persen.
Menteri Pariwisata, Seni, Budaya, Pemuda dan Olahraga Sarawak, Datuk Haji Abdul Karim Rahman Hamzah mengatakan, sebagian besar pengunjung RWMF tahu berdasarkan cerita dari mulut ke mulut, dan datang untuk membuktikan kebenarannya.
Selain itu, ada 31 persen penonton yang mengetahui tentang RWMF melalui media sosial seperti Facebook dan lainnya, 27 persen melalui website resmi RWMF dan 14 persen dari STB website.
Menurut Datuk Haji Abdul Karim Rahman Hamzah, angka-angka tersebut diharapkan meningkat setelah STB lebih fokus dalam penjualan maupun mempromosikan festival secara digital. Koneksi internet di area festival juga akan diperkuat untuk memudahkan penonton berinteraksi di media sosial.
Jarak arena RWMF dengan Kuching sekitar 30 kilometer. Panitia menyediakan angkutan bus dari pusat kota ke arena RWMF bagi penonton yang membeli tiket festival. Bus-bus tersebut akan rutin berangkat maupun sebaliknya, untuk memudahkan penonton.
Jazz di Utara
RWMF bagi Sarawak adalah salah satu unggulan untuk menggaet wisatawan dan penonton. Sedangkan di Utara, tepatnya di Kota Miri, Borneo Jazz Festival terus dinanti pengunjung. Tidak hanya dari kawasan Miri saja, juga Brunei Darussalam yang berjarak belasan kilometer.
Tahun ini, ada 14 band, disc jockey dan penampilan spesial jazz - komedi bakal disiapkan di Borneo Jazz Festival. Lokasi pertunjukan tak lagi di halaman hotel di tepian pantai, namun di Coco Cabana, yang letaknya lebih tertutup.
Sejumlah nama besar musisi jazz asal Indonesia pernah tampil. Salah satunya Idang Rasjidi, yang membawa serta dua anaknya pada 2017. Tidak hanya dari Indonesia, STB yang menggandeng No Black Tie untuk menangani Borneo Jazz Festival, juga mengundang musisi jazz dari berbagai negara lain. Namun, mereka tetap memberi kesempatan kepada musisi asal Sarawak untuk tampil di ajang tersebut.
Rainforest Fringe Festival, yang dipusatkan di Kuching, adalah sebagai pembuka untuk dua festival lainnya. Disini akan menampilkan musik, seni, kerajinan tangan, film, fotografi, makanan serta budaya Sarawak.
Trik paket hemat
Untuk "memaksa" wisatawan bertahan lebih lama di Sarawak, Menteri Pariwisata, Seni, Budaya, Pemuda dan Olahraga Sarawak, Datuk Haji Abdul Karim Rahman Hamzah meluncurkan program pembelian tiket berupa satu paket untuk dua ajang musik, RWMF dan Borneo Jazz Festival.
Dengan sistem ini, maka para pecinta musik dapat membeli tiket untuk dua ajang musik internasional, dengan menghemat biaya namun mendapatkan pengalaman yang luar biasa, kata Datuk Haji Abdul Karim Rahman Hamzah.
Untuk RWMF dan Borneo Jazz Festival, bagi pembeli yang ingin menikmati satu hari penuh di masing-masing even, dikenakan biaya 200 ringgit Malaysia atau sekitar Rp700 ribu dengan kurs Rp3.500 per ringgit Malaysia.
Namun kalau ingin menikmati enam hari penuh musik pada saat weekend baik RWMF dan Borneo Jazz Festival 2019, hanya dikenakan 550 ringgit Malaysia (RM). Sedangkan kalau membeli tiket secara reguler, harga untuk RWMF 2019, satu hari penuh 125 RM, dan 315 RM untuk tiga hari. Bagi anak-anak, harganya 70 RM untuk satu hari, dan 125 RM untuk tiga hari RWMF 2019. Ada juga paket keluarga, terdiri dari dua dewasa dan dua anak-anak, dengan harga 253 RM untuk satu hari.
Sementara untuk Borneo Jazz Festival 2019, bagi penonton yang membeli tiket satu hari saja, harganya 108 RM, dan untuk dua hari harganya 188 RM. Namun untuk tiga hari penuh, harga tiketnya 288 RM.
Bagi yang ingin lebih tahu tentang tiket untuk RWMF, dapat meninjau laman resminya, http://rwmf.net. Untuk Borneo Jazz Festival 2019, laman resminya http://sarawaktourism.com/event/borneo-jazz-festival.
Harus diakui, Sarawak sudah lebih maju dalam mengemas kegiatan yang dapat mendatangkan wisatawan. Kota Pontianak khususnya dan Kalbar umumnya, dapat belajar dari Sarawak tentu dengan pendekatan dan cara yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
Baca juga: Asita: harga tiket pesawat tinggi pengaruhi kunjungan wisatawan
Baca juga: Visit Heart of Borneo jadi momentum kebangkitan pariwisata Kalimantan
Pewarta: Teguh Imam Wibowo
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2019