Hal itu tercatat pada April 2019 di mana impor barang konsumsi mengalami peningkatan 24,12 persen dibanding Maret 2018.
"Kalau dilihat polanya, menjelang Ramadhan, impor pasti akan meningkat. Mencapai puncaknya mendekati akhir Ramadhan maupun Lebaran kemudian dia akan turun," kata Kepala BPS Suharyanto dalam paparan di Jakarta, Rabu.
Kenaikan impor yang tercatat cukup tinggi yakni daging beku dengan nilai 64,1 juta dolar AS yang diimpor dari India dan AS.
"Itu untuk menjaga supaya pasokan, kalau ada permintaan tinggi, itu tetap terjaga. Biasanya kalau Lebaran, kenaikan daging ayam ras dan daging selalu meningkat," katanya.
Kenaikan impor berikutnya juga terjadi di buah-buahan seperti apel dari Australia dan pir. Namun, menurut Suharyanto, kenaikan impor buah-buahan tersebut tidak selalu terkait momentum Lebaran.
Impor juga mengalami kenaikan di material galangan kapal dari Selandia Baru.
"Satu lagi (kenaikan impor) dari 'running athletic shoes' (sepatu lari atletik), tapi tidak tercatat angkanya, mungkin kecil-kecil," katanya.
Struktur impor berdasarkan penggunaan barang pada April 2019 terbagi menjadi tiga, yakni yang paling besar dari golongan bahan baku/penolong sebesar 75,03 persen, barang modal 15,55 persen dan barang konsumsi yang menempati 9,42 persen.
Nilai impor konsumsi tercatat 1,42 miliar dolar AS; impor bahan baku/penolong mencapai 11,33 miliar dolar AS; dan barang modal 2,35 miliar dolar AS. Dengan demikian secara total, impor pada April 2019 sebesar 15,10 miliar dolar AS, naik 12,25 persen dibanding Maret 2019 dan turun 6,58 persen dibanding April 2018.
Peningkatan impor terbesar dari Tiongkok, Australia dan Kanada sedangkan penurunan impor terjadi dari Thailand dan Argentina.
Baca juga: Mentan pertimbangkan penawaran impor daging sapi dari Argentina
Baca juga: Kemendag datangkan 100.000 ton daging dari India
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019