Direktur Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, Gabriel Goa mengatakan pekerja migran Indonesia (PMI) asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang meninggal dunia di Malaysia mayoritas adalah PMI non prosedural.Hingga pertengahan Mei 2019 ini, sudah tercatat 44 PMI asal provinsi berbasis kepulauan itu meninggal dunia,
"Mayoritas PMI non prosedural. Mereka yang berangkat nekad sendiri atau diajak oleh teman dan atau jaringan non prosedural ke Malaysia," katanya di Kupang, Kamis.
Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan banyaknya PMI asal daerah itu yang meninggal dunia di luar negeri.
Hingga pertengahan Mei 2019 ini, sudah tercatat 44 PMI asal provinsi berbasis kepulauan itu meninggal dunia.
Menurut dia, fakta membuktikan bahwa PMI non prosedural atau ilegal asal NTT di Malaysia maupun negara-negara lainnya akan mengalami kesulitan besar dalam mengakses hak mereka antara lain berupa pelayanan kesehatan, pelayanan jaminan sosial ketenagakerjaan, dan jaminan hukum.
Selain jaminan mendapatkan upah yang layak sesuai standar organisasi buruh internasional (ILO), dan jaminan pendidikan bagi anak-anak mereka serta hak-hak lainnya yang diatur dalam Konvensi ILO.
Karena itu, ke depan calon PMI asal NTT agar mengikuti jalur resmi yang sudah diatur dalam UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan Pergub NTT.
Dalam UU PPMI dan Pergub NTT, mewajibkan PMI mengikuti pelatihan lewat Balai Latihan Kerja Luar Negeri dan mengurus resmi dokumen dan jaminan kerja melalui Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) serta melalui embarkasi NTT.
Dia juga meminta pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se-NTT, agar sungguh-sungguh mengoptimalkan secara profesional LTSA yang sudah dibangun di Tambolaka untuk layani calon PMI asal Sumba.
LTSA di Kupang untuk layani CPMI asal Timor, Sabu Raijua, Rote Ndao dan Semau dan LTSA di Maumere untuk layani CPMI asal Flores, Palue, Solor, Adonara, Lembata dan Alor.
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019