"Masyarakat harus hati-hati dan bisa menahan diri, jangan konsumtif dan jangan meminjam pada fintech yang ilegal. Karena risikonya sangat berat dan tidak ada perlindungan kepada masyarakat," kata Togam di sela Rapat Koordinasi Tim Satgas Waspada Investasi (SWI) Provinsi Bali di Denpasar, Kamis.
SWI tidak melihat sesuatu yang baik dari fintech ilegal ini, terutama nanti jika nasabahnya tidak mampu membayar kewajibannya.
Ia mengatakan biasanya penagihan dilakukan dengan sangat tidak beretika seperti intimidasi, pelecehan, perbuatan tidak menyenangkan serta tindakan lainnya.
"Untuk itu mari kita bersama-sama berantas investasi ilegal atau fintech ilegal dengan hanya meminjam pada fintech legal yang terdaftar di OJK," ucapnya.
Ia mengatakan menurut catatan SWI dalam sepuluh tahun terakhir masyarakat telah dirugikan sebesar Rp88,8 triliun akibat adanya investasi ilegal alias bodong. Jika dilihat perkembangan dari tahun 2017 jumlah perusahaan atau entitas "peer to peer landing" yang dihentikan operasionalnya oleh Satgas Waspada Investasi akibat menjalankan investasi ilegal tahun sebanyak 80, tahun 2018 jumlahnya 108 dan tahun 2019 sebanyak 120 entitas.
Dikatakan, fintech ilegal ini diakui berkembang jumlahnya karena adanya kemudahan dalam pembuatan aplikasinya serta masyarakat yang membutuhkan pinjaman juga banyak. Seiring dengan terjadinya peningkatan itu, pihaknya terus melakukan literasi serta minta masyarakat agar berhubungan dengan fintech yang legal.
Tongam juga memberikan beberapa tips agar masyarakat tidak terjebak dalam penawaran investasi ilegal di antaranya, apabila masyarakat ingin meminjam secara "online" maka pinjamlah di perusahaan fintech yang telah terdaftar di OJK, pahami risikonya, artinya meminjam itu harus dikembalikan, dipahami bunganya, dendanya dan pengembaliannya.
Baca juga: Satgas hentikan 168 entitas fintech dan 47 entitas investasi ilegal
Baca juga: Kominfo blokir 738 tekfin ilegal sepanjang 2018
Pewarta: I Komang Suparta
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019