"KH Hasyim Asy'ari, kakeknya Gus Dur, begitu tahu kekhalifahan bubar, tidak ingin negara ini tanpa agama sampai mencetuskan 'hubbul wathan minal iman' atau cinta Tanah Air sebagian dari iman," kata Said di acara peluncuran buku "Ironi Demokrasi" di Gedung PBNU, Jakarta, Kamis.
Ketum PBNU mengatakan umat Islam dulu memiliki kekuatan sentral di bawah kekhalifahan. Khalifah bertanggungjawab atas keberlangsungan hajat hidup umat Muslim sedunia.
Namun seiring pergolakan politik, kata dia, kekhalifahan justru tumbang di tahun 1920-an. Sejumlah unsur umat Islam di berbagai belahan dunia kehilangan pemimpin sentral.
Efek dari berakhirnya kekhalifahan, lanjut dia, juga berdampak terhadap Indonesia yang sedang ada di masa awal kemerdekaan. Jika keadaan dibiarkan bisa saja Indonesia ikut tumbuh sebagai negara yang sekuler atau memisahkan agama dari urusan kenegaraan.
KH Hasyim, menurut Said, terus menggelorakan "hubbul wathan minal iman" di berbagai tempat. Bahkan saat itu, belum ada satupun ulama termasuk di Timur Tengah yang memiliki wawasan cinta Tanah Air sebagian dari iman.
Said mengatakan salah satu dampak menggelorakan cinta Tanah Air oleh KH Hasyim membuat Indonesia dapat tumbuh sebagai negara yang nasionalis tapi tetap memegang teguh nilai-nilai keagamaan hingga era modern seperti saat ini.
"Dia hanya yang mengajak nasionalis beragama. Di Timur Tengah tidak ada. Intinya jangan sekuler," kata dia.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019