Ketua Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Abed Frans mengatakan tarif transportasi udara yang mahal masih menjadi masalah serius bagi pengembangan pariwisata di provinsi berbasiskan kepulauan itu.ada maskapai yang mulai mengurangi frekuensi penerbangan bahkan ada yang meniadakan
"Mahalnya tiket pesawat sejauh ini memang masih menjadi masalah serius bagi pariwisata kita di NTT," katanya di Kupang, Jumat, terkait tarif transportasi udara di Tanah Air yang dinilai masih mahal dan dampaknya terhadap pariwisata di Nusa Tenggara Timur.
Menurutnya, berbagai upaya promosi pariwisata yang dilakukan untuk peningkatan kunjungan wisatawan tidak memberi dampak yang signifikan jika biaya perjalanan mahal.
Dicontohkannya seperti harga tiket pesawat untuk keberangkatan Jakarta-Kupang yang masih berkisar Rp2,5 juta hingga Rp3 jutaan. Selain itu, tarif keberangkatan dari Kota Kupang ke daerah-daerah kabupaten juga bisa mencapai di atas Rp1 juta.
"Selain tarif mahal, belum lagi ada maskapai yang mulai mengurangi frekuensi penerbangan bahkan ada yang meniadakan," katanya.
Ia menambahkan, "Ini jadi masalah serius, apalagi kita di NTT belum punya penerbangan langsung ke luar negeri sehingga sulit meningkatkan kunjungan wisatawan asing," katanya.
Menurut Abed, ketika kondisi tarif penerbangan masih mahal maka berbagai kegiatan pariwisata di daerah-daerah akan sulit dijangkau wisatawan dari luar.
"Artinya event yang digelar di daerah jadinya dari kita untuk kita bukan dari kita untuk wisatawan, karena animo dari luar kurang," katanya.
Untuk itu, ia berharap, pemerintah daerah yang terkena dampak mahalnya tarif penerbangan agar duduk bersama mencarikan solusi terbaik bersama maskapai di tingkat pusat.
"Suara-suara dari pemerintah daerah yang terkena dampak juga harusnya sudah ada, sehingga bisa menjadi perhatian serius pihak maskapai," katanya.*
Baca juga: Tiket pesawat mahal, penumpang Bandara Juanda turun 10.000 per hari
Baca juga: ASITA Riau: Penurunan harga tiket pesawat 16 persen tidak realistis
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019