Menjadi mandiri melalui rumah belajar JICT

18 Mei 2019 07:20 WIB
Menjadi mandiri melalui rumah belajar JICT
Rumah belajar JICT untuk menjadikan siswa yang kurang beruntung menjadi mandiri (Foto Istimewa)
“Lebih baik jadi kepala semut daripada buntut gajah”. Kalimat penggugah semangat itu masih membekas diingatan Arifin Effendi (23 tahun) ketika dirinya masih mengikuti program penyetaraan Kejar Paket C (SMA) di Rumah Belajar JICT di Koja, Jakarta Utara, 6 tahun silam.

Program ini ternyata membuahkan hasil setelah dia menjadi pengusaha sablon dan percetakan usai meraih ijazah SMA dari program penyetaraan Kejar Paket C itu.

“Saya masih ingat, tutor saya ngomong begitu ketika kami sedang belajar keterampilan wirausaha. Saya jadi mantap berbisnis sendiri setelah selesai Paket C,” ujar Arifin, sapaannya, ketika ditemui di kios sederhana berukuran 2,5 x 2 meter persegi yang menjadi markas bisnisnya di Jalan Cibadak Raya No.2, Koja, Jakarta Utara.

Dengan ketekunannya memproduksi aneka produk berbasis sablon seperti kaus, mug, hingga topi, Arifin yang baru saja melepas masa lajangnya Februari silam itu pun kini sukses meraup omset hingga belasan juta rupiah saban bulan.

Arifin pun tanpa ragu terus mengembangkan sayap bisnisnya. Melihat banyaknya pesanan produk cetakan yang datang, dirinya pun mengembangkan lini produknya ke produk percetakan seperti neon box, stiker, brosur, surat undangan dan lain sebagainya.

“Saya pikir kalau tidak diambil peluangnya, sayang sekali,” ujar anak sulung dari 5 bersaudara kelahiran Koja, Jakarta Utara, 7 Juni 1995 itu.

Arifin mengaku, dirinya mantap berbisnis setelah mengikuti program penyetaraan paket C di Rumah Belajar Koja, Jakarta Utara selama tiga tahun dari 2013-2016.

Saat bersekolah di Rumah Belajar binaan Jakarta International Container Terminal (JICT) itulah dirinya mendapat banyak ilmu keterampilan hingga latihan wirausaha.

Arifin mengaku kalau menjadi siswa di Rumah Belajar JICT Koja setelah diajak saudara kembarnya, yang terlebih dulu mengikuti program tersebut.

“Jadi dulu di 2012 itu SMA Negeri di Jakarta belum gratis. Sementara orang tua keterbatasan biaya, mesti membiayai adik-adik juga. Jadi atas permintaan ibu, saya ikut saudara saya belajar di Rumah Belajar JICT Koja,” urai Arifin yang ayahnya merupakan pedagang kaki lima minuman ringan di Koja itu.

Arifin, mengaku awalnya minder belajar di Program Paket C, bukannya di SMA formal seperti teman-temannya yang lain. Namun, suasana belajar yang demikian nyaman, pembawaan tutor-tutor (guru) yang akrab hingga atmosfir kekeluargaan yang kental di Rumah Belajar JICT Koja membuat perasaan negatif itu hilang tanpa bekas.

Ditambah lagi di Rumah Belajar Arifin bisa menyalurkan bakat kreatifnya. Arifin mengaku sejak kecil memang suka membuat aneka kerajinan tangan.

“Saya dari kecil suka bikin-bikin apapun sendiri. Kotak tisu dari bahan flannel, dompet, souvenir, bros, bingkai foto, apapun,” ujarnya sumringah.

Kreativitasnya pun tersalurkan di Rumah Belajar JICT Koja, lantaran di sana juga mengajarkan program keterampilan, selain program kesetaraan mata pelajaran umum seperti lazimnya yang diajarkan di sekolah formal.

Keterampilan praktis

Zainal Abidin, Koordinator Program Rumah Belajar dari Yayasan Jala Samudra Mandiri, pengelola yang mendapat amanat JICT untuk menjalankan program Rumah Belajar menjelaskan, selain program kesetaraan mata pelajaran umum, di tempatnya juga terdapat berbagai program keterampilan praktis yang bertujuan mengajarkan siswa didik untuk mandiri usai menyelesaikan paket penyetaraan.

“Di Rumah Belajar JICT terdapat program keterampilan perakitan dan reparasi komputer, pengolahan gambar dengan program Photoshop, keterampilan menyablon, hingga pelatihan wirausaha yang mendorong siswa untuk menjual produknya kepada masyarakat.

Program ini bertujuan agar anak didik yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, bisa menjadi lulusan yang mandiri selain siap untuk meneruskan pendidikan ke tahap selanjutnya.

Rumah Belajar JICT Koja sendiri menempati lahan di Jalan Cikijang II, No.4, Kelurahan Koja, Jakarta Utara.

Zainal menerangkan, Yayasan Jala Samudra Mandiri kini mengelola 3 Rumah Belajar JICT yang berlokasi di Kecamatan Koja, Cilincing dan Tanjung Priok, seluruhnya di Jakarta Utara, dengan ditenagai oleh 8 tutor di setiap unitnya.

Fasilitas yang tersedia pun lengkap tersedia seperti ruang kelas, meja belajar, papan tulis, alat tulis, plus 10 unit computer yang bisa dipakai praktik siswa serta berbagai peralatan pelajaran keterampilan maupun buku pelengkap mata pelajaran umum.

“Fasilitas kita bisa lengkap karena seluruhnya dibiayai JICT. Kita sekarang mengelola 3 Rumah Belajar dan 15 kelas jauh. Sejak berdiri di 2007, total sudah 7 ribu lebih penerima manfaat Rumah Belajar JICT,” ungkap Zainal.

Arifin lebih jauh mengungkapkan berbekal keterampilan yang diperolehnya dari Rumah Belajar JICT Koja itu, kemudian diimplementasikan dan dikembangkan setelah lulus di 2016.

Seperti kebanyakan milenial, Arifin juga memanfaatkan media sosial untuk memasarkan produknya dengan membuka Facebook Fan Page dengan akun Percetakan Sablon dan akun Instagram dengan akun Percetakan Sablon GFI.

Posting produk yang rutin dilakukan Arifin pun berbuah manis. Kini Facebook Fan Pagenya telah memiliki 5.795 followers dan akun Instagramnya memiliki 6.700 followers. Tak lupa jalur ‘darat’ tetap ditempuhnya dalam mempromosikan jasanya.

“Saya sering menyebar brosur ke umum. Saya bikin brosur jadwal buka puasa dan imsak lalu sebarkan di masjid. Di bawah brosur saya cantumin nomor WA, akun FB dan Instagram. Saya sering juga buat meme kalimat motivasi yang bisa dibagikan di medsos dan WA. Sama, saya cantumin juga nomor WA, FB dan IG saya di bawahnya,” papar Arifin membocorkan trik pemasarannya.

Dengan tekad kuat yang disertai dengan kerja keras Arifin pun kini mantap berbisnis sablon dan percetakan. Kunci sukses bisnisnya menurutnya adalah berani capek, berani malu, dan berani ambil risiko.

“Sering kali tidur cuma beberapa jam bahkan tidak tidur 2 hari untuk mengejar target penyelesaian sablon. Lalu harus berani jualan ke teman-teman, komunitas siapapun. Juga berani ambil risiko investasi di peralatan dan tempat usaha,” tegas Arifin yang menempati lokasi usahanya sejak 9 bulan silam dengan modal sewa kios senilai Rp 10 juta per tahun.

Kini, rasa minder yang dulu menyelimutinya telah berganti dengan kebanggaan. Dirinya mengaku bangga bisa berbisnis, tak kalah dengan lulusan SMA formal. Tak lupa dirinya berterimakasih kepada Rumah Belajar JICT Koja yang telah membuka jalan bagi bisnisnya saat ini.

“Saya bisa melatih keterampilan dan berbisnis karena di Rumah Belajar JICT Koja belajarnya fleksibel. Saya jadi bisa berbisnis sambil sekolah di sini. Juga saya dapat jodoh, istri saya Dina Ayu Sufiana, adik kelas saya dulu. Kita pacaran putus nyambung sampai akhirnya menikah Februari kemarin,” urai Arifin.

Semangat Arifin untuk terus mengembangkan bisnisnya pun terus membara. Ke depan dirinya berencana memasuki bisnis konveksi.

Diakuinya saat ini dirinya tengah mengumpulkan modal untuk membeli mesin jahit, bordir, mesin potong dan lainnya.

"Sekarang saya menabung untuk beli peralatan. Saya yakin pasti bisa membuka konveksi,” tegas Arifin optimistis.

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019