Noompang merupakan aplikasi buatan anak bangsa yang dikembangkan guna memanfaatkan bangku kosong di mobil atau sepeda motor Anda, untuk digunakan bersama orang lain yang memiliki tujuan perjalanan yang sama.
"Kami berinisiatif membangun aplikasi ini karena awalnya sering pergi dan pulang Jakarta dan Bandung saat kuliah. Ternyata yang seperti ini banyak, jika satu tujuan semestinya bisa lebih praktis dan hemat jika berbagi tumpangan," kata inisator dan CEO Noompang, Mirsa Sadikin, kepada Antara di Jakarta, Sabtu (18/5) malam.
"Bisa juga jadi solusi, misalnya mudik ke Bandung bersama pengguna lain yang searah," kata dia.
Mirsa (24 tahun) membangun Noompang bersama dua orang rekannya selama 6 bulan pada 2018. Awalnya aplikasi itu menyasar segmen mahasiswa yang rutin pergi-pulang Jakarta dan Bandung.
Namun dalam perkembangannya, pengguna Noompang bergeser ke kalangan pekerja yang memiliki jadwal berangkat dan pulang yang rutin.
"Awalnya segmen kami adalah mahasiswa, ternyata jadwal yang rutin adalah kalangan pekerja. Mereka banyak yang numpang dan memberi tumpangan," katanya. "Jadi saat ini segmen kami adalah pekerja dengan jam kerja rutin."
Salah satu kelebihan aplikasi ini adalah harga tumpangannya yang lebih terjangkau. Untuk tumpangan dari Jakarta ke Bandung, kata Mirsa, hanya memakan biaya Rp50 ribu - Rp70 ribu. Sedangkan untuk tebengan dalam kota hanya Rp10 ribu - Rp20 ribu, tergantung jarak tempuh.
"Tidak lelah nyetir, lebih hemat, bisa sharing juga," kata dia.
Mirsa mengatakan, aplikasi itu hanya memberikan rekomendasi harga. Sedangkan pemilik kendaraan maupun penumpang bisa membicarakan harga secara rinci, termasuk jumlah bangku yang tersedia dan fasilitas yang ada di kendaraan itu.
"Bisa lebih murah, bisa kasih lebih, terserah mereka," kata dia.
Bedanya dengan model transportasi berbasis aplikasi seperti Gojek maupun Grab, Noompang tidak menjadikan penggunanya pengemudi taksi online, melainkan tetap menjalani pekerjaannya namun bisa mengambil keuntungan dengan berbagi tumpangan.
Aplikasi yang terbentuk pada Juli 2018 itu tidak hanya menangani perjalanan Jakarta-Bandung, namun juga bisa ke Jawa Tengah misalnya Solo dan Yogyakarta.
Mirsa mengatakan, untuk saat ini mereka masih fokus mengembangkan Noompang di Jabodetabek dan Bandung, namun tetap melirik peluang melebarkan jaringan aplikasinya di daerah potensial, misalnya Surabaya dan Malang.
Ketika ditanya soal keamanan pengguna aplikasi atas potensi kejahatan oleh pengguna lain saat perjalanan, Mirsa memastikan Noompang telah merekam data-data berupa nomor KTP, STNK hingga link sosial media yang diperlukan sebelum pengguna mendaftar di aplikasi itu.
Noompang makanan
Tidak hanya menawarkan tumpangan, aplikasi itu juga menyasar sektor distribusi kuliner melalui fitur Noompang Food yang baru diluncurkan pekan pertama Mei 2019.
"Banyak yang ingin menitip makanan, misalnya makanan khas Bandung ke Jakarta dengan pengiriman satu hari. Noompang menawarkan itu, bisa numpangin makanan dari Bandung ke Jakarta, atau sebaliknya," kata dia.
Ia mengatakan, segmen konsumen Food dengan Noompang berbagi tumpangan berbeda. Jika Noompang kendaraan umumnya kalangan pekerja yang ingin praktis dan berhemat ongkos, maka konsumen Noompang Food adalah kalangan muda yang suka mencoba kuliner baru.
Selain makanan, Mirsa juga mengatakan tengah melirik potensi penyewaan mobil untuk dimasukkan ke dalam aplikasi Noompang.
Saat ini, Noompang telah bekerja sama dengan tiga agen perjalanan untuk menyediakan kursi kepada pengguna aplikasi yang telah memesan.
Mirsa mengatakan melalui fitur itu, Noompang berhasrat mengambil 5 persen dari sekira 1,5 juta orang yang berpergian Jakarta ke Bandung dan sebaliknya setiap hari.
Saat ini, aplikasi yang dikembangkan dengan investasi di bawah Rp1 miliar itu telah memiliki 10ribu pengguna dan ditargetkan bisa meningkat hingga 100ribu pengguna pada awal tahun depan.
Baca juga: Aplikasi Apptune pertemukan disabilitas netra dengan relawan
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2019