• Beranda
  • Berita
  • Keanekaragaman hayati terhubung dengan akar tradisi

Keanekaragaman hayati terhubung dengan akar tradisi

20 Mei 2019 18:41 WIB
Keanekaragaman hayati terhubung dengan akar tradisi
Wakil Menteri Kehutanan dan Administrasi Lahan Republik Rakyat Cina Zhang Yongli dan Dirjen Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE)  KLHK Wiratno di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Senin (20/5/2019). (Antara/Aubrey Fanani)
Dirjen Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno mengatakan keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia memiliki hubungan yang erat dengan akar tradisi masyarakatnya.

"Masyarakat Indonesia sangat bergantung dengan sumber keanekaragaman hayati. Keanekaragam hayati ini memiliki keterkaitan dengan kebutuhan tradisional untuk makanan dan juga kesehatan," kata Wiratno di Jakarta, Senin.

Dia mencontohkan, salah satu produk kesehatan yang bergantung pada keanekaragaman hayati adalah jamu, yang biasa dikonsumsi oleh etnis Jawa.

Dengan semakin bertambahnya populasi masyarakat maka ekstraksi keanekaragaman hayati dari sumber-sumber lokal juga akan meningkat.

Di masa sekarang, Indonesia telah memiliki teknologi yang maju. Menurut Wiratno hal tersebut membuka peluang Indonesia untuk terus mengembangkan pengobatan modern seperti bioprospeksi bahan aktif dan vaksin dari keanekaragaman hayati lokal.

Di bidang kuliner, masyarakat juga semakin sadar dan kembali memakan makanan organik yang dinilai lebih sehat.

"Masyarakat sekarang sudah mulai sadar dengan panganan organik. Makanan organik ini selain lebih sehat juga lebih sedikit menghasilkan limbah dan polusi," kata dia.

Dia mengatakan sumber daya genetik pun jadi hal yang dilindungi dengan beberapa regulasi.

Oleh sebab itu upaya diversifikasi, penggunaan keanekaragaman dengan cara kreatif dan pengembangan kebijakan keanekaragaman hayati harus memastikan keberlanjutannya.

Dia mengatakan keanekaragaman hayati disediakan oleh sistem alam untuk mendukung kehidupan manusia di dunia, oleh sebab itu sudah sebaiknya manusia menggunakannya secara bijak.

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2019