"Ada muncul masukan LIPI, memikirkan asimetris desentralisasi provinsi yang berada di daerah perbatasan," kata Ketua Tim rombongan kunjungan kerja Komite I DPD RI, Fachrul Razi di Batam, Kepulauan Riau, Selasa.
Menurut dia, ide itu bisa menjawab masalah ekonomi di perbatasan, bila dimasukkan dalam RUU perubahan UU No.43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.
Dengan menjadi provinsi khusus, tentunya, perlakuan yang diterapkan berbeda, termasuk kebijakan anggarannya.
"Provinsi di batas wilayah dapat dana afirmasi. Di situ negara hadir," kata dia yang menjabat Wakil Ketua Komite I DPD RI.
Ketentuan itu, terutama untuk wilayah perbatasan perairan seperti Provinsi Kepulauan Riau yang berbatasan dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam.
Ia menyatakan, di pulau-pulau terdepan, kehadiran negara masih sulit dirasakan.
"Pulau kalau enggak ada kekayaannya, negara enggak. Negara hadir hanya kalau ada resources," kata dia.
Makanya, negara perlu hadir dengan pendekatan daerah khusus, katanya dalam rapat.
Di tempat yang sama, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov Kepri, Raja Ariza menyatakan selama ini daerah tidak mendapatkan pendapatan dari pengelolaan kekayaan laut.
Padahal, perairan Kepri, yang mencapai Laut Tiongkok Selatan (Laut Natuna) kaya akan sumber minyak gas dan bumi. Namun, semuanya atas pengelolaan pemerintah pusat.
"Pada wilayah 12 mil di wilayah Kepri, tidak ada minyak. Di atas 12 mil ada, pusat yang punya," kata dia.
Hal itu juga terjadi pada retribusi labuh jangkar. Dalam peraturan disebutkan, labuh jangkar dikelola oleh pemerintah provinsi, namun kenyataannya sampai sekarang masih dipungut pusat.
"Sampai ke pelabuhan pusat, ke luar pelabuhan, pusat, satu sen pun tidak ada daerah yang pungut," kata dia.
Pewarta: Yuniati Jannatun Naim
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019