"Kalau kita melihat data pada 2019 kasus demam berdarah di Bantul ada 491 orang, dengan korban meninggal satu orang," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Bantul, Fauzan di Bantul, Selasa.
Menurut dia, kasus demam berdarah akibat gigitan nyamuk aedes aegypti tersebut mengalami kenaikan jika dibanding dengan kasus selama 2018, sebab dalam setahun lalu terdapat sebanyak 182 orang tanpa ada korban meninggal.
"Tren dari tahun ke tahun kasus demam berdarah di Bantul naik turun, tahun ini (kasus) masih biasa, dan siklus demam berdarah itu siklus lima tahunan, tahun
2020 nanti kemungkinan kasusnya melonjak, ini siklus dari alam," katanya.
Dia menjelaskan, kasus demam berdarah di Bantul itu muncul atau naik di awal tahun karena bertepatan dengan musim hujan, sebab pertumbuhan sarang nyamuk meningkat, setelah itu atau musim selanjutnya berangsur turun.
"Awal tahun ini banyak kejadian, namun sekarang sudah turun, karena terkait musim hujan memicu perindukan nyamuk pada genangan air, kalaupun pekarangan di rumah sudah bersih, tapi ada penderita itu kemungkinan digigit di tempat lain," katanya.
Berdasarkan data demam berdarah di Bantul 2019, kejadian paling banyak dilaporkan pada Maret-April, adapun rinciannya yaitu pada Januari berjumlah 91 kasus, Februari berjumlah 104 kasus, Maret sebenyak 137 kasus dan Mei sebanyak 159 kasus.
"Untuk bulan Mei belum kita hitung, namun sudah menurun karena ini kan kemarau. Kalau kejadiannya merata, paling banyak di Kasihan, Banguntapan dan Sewon. Di daerah itu hamoir tiap tahun ada kasus, karena mobilitas tunggi dan pengaruh wilayah sebelahnya," katanya.
Pewarta: Hery Sidik
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019