Dengan demikian keberhasilan dari hunian berkonsep TOD itu nantinya dapat dilihat dari beralihnya masyarakat yang berkerja di Jakarta menggunakan transportasi massal, kata Soelaeman menjelaskan.
"Kalau masyarakat masih banyak menggunakan sepeda motor atau mobil maka program itu dapat dibilang gagal, tetapi kalau ternyata dapat membuat jalan-jalan di Jakarta lebih lengang berarti program itu berhasil," ujar Soelaeman usai berbuka dengan media, Rabu malam.
Hunian berkonsep TOD itu, jelas Soelaeman dapat dibagi menjadi tiga yakni hunian yang melekat dengan stasiun, kedua hunian berjarak kurang dari satu kilometer saja sehingga dapat ditempuh dengan berjalan kaki, berikutnya hunian kurang dari lima kilometer sehingga dapat dijangkau dengan mobil atau sepeda motor yang berarti harus disediakan parkir yang cukup.
Namun beberapa konsep TOD di luar negeri ada yang membaginya menjadi dua berdasarkan tujuan dan asal. Kalau berdasarkan asal berarti harus disediakan fasilitas lengkap di stasiun asal, sedangkan kalau tujuan berarti fasilitas lengkap ada di tujuan misalnya tempat makan dan minum serta mini market.
"Paling penting semua kendaraan pribadi dapat tertahan di rumah masing-masing serta penghuninya menggunakan transportasi massal untuk menuju ke kantor, sekolah, atau kuliah," jelas Soelaeman.
Soelaeman melihat untuk TOD harga yang ideal saat ini berada di kisaran Rp500 jutaan dengan mempertimbangkan biaya konstruksi serta harga sewa lahan dengan pemerintah.
"Dengan harga sebesar itu berarti sasaran pasarnya adalah masyarakat dengan penghasilan minimal Rp15 juta ke atas. Saya kira itu sesuai mengingat segmen tersebut yang memang selama ini menggunakan pribadi," ujar Soelaeman.
Soelaeman optimistis hadirnya MRT dan LRT di koridor Bekasi dan Cibubur sedikit banyak akan mengurangi kepadatan lalu lintas di DKI Jakarta, tinggal kini mempersiapkan kantong-kantong parkir dan fasilitas yang memadai.
Sedangkan mengenai harga hunian berkonsep TOD yang dinilai mahal sebenarnya dapat difaslitasi dengan kredit pemilikan apartemen (KPA) dengan jangka waktu yang lebih panjang.
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019