petugas melakukan pengambilan sampel darah sapi di pasar tradisional seperti di Beringharjo, Kranggan, dan Sentul
Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta bersama Balai Besar Veteriner Yogyakarta akan melakukan pengambilan sampel secara menyeluruh untuk mengantisipasi penyebaran antraks, usai munculnya dugaan antraks di Kabupaten Gunungkidul.
“Kami akan lakukan pengambilan sampel di beberapa titik, mulai dari peternak, Rumah Pemotongan Hewan Giwangan hingga ke pasar,” kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, di Kota Yogyakarta masih ada beberapa warga yang memiliki peternakan sapi khususnya di Kecamatan Kotagede dan Tegalrejo meskipun jumlah ternak yang dipelihara tidak terlalu banyak. Di peternakan, petugas akan melakukan pengambilan sampel tanah.
Sedangkan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Giwangan, petugas akan melakukan pengambilan sampel darah sapi, dan di pasar tradisional seperti di Beringharjo, Kranggan, dan Sentul akan dilakukan pengambilan sampel daging.
Sugeng mengatakan, antisipasi penyebaran antraks perlu dilakukan karena sapi maupun daging sapi yang beredar di Kota Yogyakarta sebagian besar berasal dari luar Kota Yogyakarta seperti dari Kabupaten Bantul dan Kabupaten Boyolali Jawa Tengah.
Rumah Pemotongan Hewan Giwangan hanya mampu menyuplai daging sapi sebanyak dua ton per hari, padahal kebutuhan daging di Kota Yogyakarta mencapai sekitar enam ton per hari. “Kekurangan pasokan daging sapi dipenuhi dari luar daerah,” katanya.
Meskipun tidak ada catatan sapi dari Kabupaten Gunungkidul yang masuk secara langsung ke Kota Yogyakarta, namun Sugeng menengarai bahwa sapi tersebut biasanya tercatat sebagai sapi dari Kabupaten Bantul karena Gunungkidul belum memiliki tempat pemotongan hewan.
“Kewaspadaan harus terus ditingkatkan agar masyarakat merasa aman saat mengonsumsi daging sapi. Secara kasat mata, memang tidak bisa dibedakan antara daging sapi yang tertular antraks dengan daging sapi yang sehat. Memang harus di uji laboratorium,” katanya.
Isu mengenai penularan penyakit antraks pada sapi pernah terjadi pada 2017 yaitu sapi dari Kabupaten Kulon Progo DIY. Namun, penularan bisa langsung diantisipasi sehingga tidak semakin menyebar.
“Kami pun berharap ada koordinasi di bawah Pemerintah DIY untuk menyikapi isu yang berkembang saat ini. Tujuannya agar masyarakat tenang. Peternak maupun pedagang juga tidak dirugikan,” katanya.
Baca juga: Gunung Kidul kaji kematian lima ekor sapi yang diduga antraks
Baca juga: Akademisi: pencegahan antraks perlu kerja sama menyeluruh
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019