"Dalam waktu dekat Ombudsman ingin mendengar penjelasan kepolisian dalam rangka pengamanan pemilu. Kalau memang hanya menggunakan peluru hampa dan karet kenapa kemudian ada jatuh korban," kata anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Ninik mengatakan, sepengetahuan Ombudsman, ada tiga jenis peluru yakni peluru hampa, peluru karet dan peluru tajam.
Dia menilai magasin untuk setiap peluru itu semestinya disiapkan berbeda-beda. Sementara untuk penggunaannya harus sesuai prosedur tetap yang berlaku.
"Misalnya menggunakan peluru hampa untuk menghalau demonstran. Lalu menggunakan peluru karet ketika massa mulai anarkis, dan peluru tajam ketika sudah terdesak dan mengancam dirinya (personel kepolisian). Kami ingin mengetahui protapnya seperti apa," kata Ninik.
Ninik menyampaikan berdasarkan keterangan Menko Polhukam Wiranto aparat sudah dilarang membawa peluru tajam dalam pengamanan massa aksi.
Anggota Ombudsman RI lainnya, Adrianus Meliala mengatakan langkah meminta keterangan Polri semata-mata untuk mengetahui penjelasan resmi dari kepolisian.
"Mungkin kita panggil Senin, karena kita berkejaran dengan waktu yang sebentar lagi akan libur. Biasanya sih kalau Polri cepat," kata Adrianus.
Sementara itu secara terpisah Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menegaskan tidak ada personelnya di lapangan yang membawa peluru tajam.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto juga sebelumnya telah menginstruksikan anggotanya tidak membawa peluru tajam selama membantu Polri mengamankan situasi.
Jenderal Tito sendiri menyatakan tengah menginvestigasi peristiwa tewasnya sejumlah orang saat aksi 21-22 Mei 2019.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019