"Setahu saya semua sudah terpasangi meteran listrik. Sudah teraliri listrik. Kemarin ada informasi huntara yang dibangun oleh Kompas Group tidak dipasangi meteran karena mereka tinggalkan setelah mereka bangun tapi sudah kita atasi," kata Manager PLN Area Palu, Abbas Saleh, Jumat.
Pernyataan itu Abbas sampaikan menyusul masih ada sejumlah unit huntara yang belum dapat ditinggali oleh pengungsi disebabkan belum dilengkapi beberapa fasilitas umum di antaranya fasilitas air bersih dan listrik.
"Kalaupun ada yang belum dipasangi meteran berarti pihak yang mengerjakan huntara yakni kontraktor lokal atau BUMN yang belum melapor kemari (PLN),"ucapnya.
Hingga saat ini PLN Area Palu lanjutnya belum menerima informasi adanya huntara yang belum teraliri listrik. Jika info tersebut benar ia meminta kontraktor lokal atau BUMN yang mengerjakan pembangunan huntara-huntara tersebut agar segera melaporkan kepada PLN.
Sebab PLN kata Abbas tidak bisa memasangi jaringan dan meteran listrik di huntara-huntara itu jika tidak ada permintaan pemasangan jaringan dan meteran listrik oleh pihak-pihak tersebut.
"Masyarakat juga dapat melaporkan dan minta pemasangan jaringan dan meteran jika mengetahui ada huntara yang belum teraliri listrik. Caranya dengan melaporkan kepala kepala desa atau lurah setempat. Kemudian dilanjutkan kepada camat dan pemerintah daerah setempat untuk selanjutnya disampaikan kepada PLN,"ujarnya.
Hingga Rabu (7/5) 30 persen pengungsi bencana gempa, tsunami dan likuefaksi di Kota Palu masih tinggal dan hidup di selter-selter pengungsian.
Wali Kota Palu, Hidayat di Palu, Rabu, menjelaskan masih banyaknya pengungsi tinggal di selter disebabkan fasilitas umum dan vital di hunian sementara (huntara) baik yang dibangun oleh Non Government Organization (NGO) maupun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) listrik belum terpasang dan tersedia.
"Permasalahannya listrik dan air bersih yang belum ada. Kebanyakan huntara atau hunian nyaman yang dibangun NGO," tambahnya.
Oleh sebab itu, dia menyatakan telah meminta kepada Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Longki Djanggola selaku perwakilan pemerintah pusat di daerah agar secepatnya mengatasi persoalan itu.
"Terang kami (Pemerintah Kota Palu) tidak punya dana untuk membiayai pemasangan dan penyediaan listrik dan air bersih di sana," katanya.
Selain itu masih adanya pengungsi yang tinggal di selter atau tenda pengungsian, lanjutnya juga disebabkan belum siapnya lahan yang akan dimanfaatkan sebagai kawasan pembangunan huntara.
Sebagai contoh, pengungsi tsunami di Kelurahan Baru yang kini tinggal di selter-selter pengungsian di halaman Masjid Agung Darussalam Palu saat ini masih menunggu huntara yang akan dibangun di halaman Universitas Tadulaku di Kelurahan Lere.
"Di sana akan dibangun huntara bantuan dari Bank BRI. Padahal Bank BRI sempat akan menghentikan pembangunan huntara di sana karena laporan camat dan lurah kepada pihak Bank BRI bahwa tidak ada lahan," ucapnya.
Dia menyebut jumlah pengungsi bencana di Palu hingga saat ini tidak kurang dari 40 ribu jiwa.
Selain di halaman Masjid Agung Darusslam Palu, beberapa kawasan selter pengungsian di ibu kota Provinsi Sulteng itu masih ditinggali oleh pengungsi.
Di antaranya di kawasan pengungsian terpadu di Sport Center Kelurahan Balaroa, selter pengungsian bantuan Mercy Malaysia di Kelirahan Lere dan sekitar lapangan golf di Kelurahan Talise.
Pewarta: Muhammad Arshandi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019