"Ini cukup mengejutkan karena May terlihat benar-benar serius mempersiapkan semuanya untuk Brexit, background dia 'kan akuntan, jadi dia sangat detail untuk menimbang untung-rugi hingga Inggris benar-benar keluar dari Uni Eropa," kata Henny yang diwawancarai usai acara iftar bersama di Kedutaan Besar China di Jakarta, Jumat.
Meskipun mengejutkan, namun menurut kepala Program Magister Studi Eropa di School of Strategic and Global Studies UI itu, May pada akhirnya terdesak oleh tekanan publik yang menginginkannya mundur di tengah kebuntuan negosiasi dengan Uni Eropa.
May, yang menduduki kursi perdana menteri Inggris pada 2016, menggantikan David Cameron pascareferendum Inggris untuk keluar atau tetap menjadi anggota Uni Eropa, mengumumkan pengunduran diri di depan Kantor Perdana Menteri Inggris di Downing Street 10, pada Jumat.
Perdana menteri yang mulanya menjabat sebagai menteri dalam negeri Inggris itu menyatakan mundur di tengah himpitan batas waktu hingga akhir Mei untuk menyelesaikan kesepakatan dengan Uni Eropa agar resmi keluar dari persatuan yang beranggotakan 28 negara itu.
"Situasi yang membuatnya menjadi perdana menteri, dan tekanan publik yang membuatnya mundur, dan saya pikir May sudah menjalankan proses transisi pascareferendum Brexit dengan sebaik-baiknya," ujar Henny.
Namun, Henny menambahkan, keputusan kini ada di tangan rakyat Inggris untuk menentukan masa depan negaranya pascapengunduran diri May, yakni apakah akan tetap melanjutkan Brexit atau menggelar referendum baru untuk tetap berada di Uni Eropa.
Baca juga: Indonesia pahami keputusan mundurnya Theresa May
Baca juga: Pemimpin Partai Konservatif pengganti May diumumkan akhir Juli
Baca juga: PM Inggris Theresa May mundur
Pewarta: Azizah Fitriyanti
Editor: Gusti Nur Cahya Aryani
Copyright © ANTARA 2019