"Terdapat 46 juta remaja dan anak perempuan di Indonesia yang berusia 10–19 tahun dari jumlah total 255 juta jiwa di Indonesia. Sebanyak satu dari sembilan anak perempuan menikah di bawah usia 18 tahun sesuai hasil Susenas 2016," kata Wardhani di Manado, Minggu.
Dari materi presentasi Wardhani saat rakor "Strategi Pengendalian Penduduk" di Kota Manado dipaparkan, anak perempuan di wilayah perdesaan berpeluang tiga kali lebih besar menikah sebelum usia 18 tahun dibandingkan mereka yang tinggal di wilayah perkotaan.
Selain itu, anak perempuan dari rumah tangga dengan tingkat pengeluaran terendah berpeluang lima kali lebih besar untuk menikah sebelum berusia 18 tahun dibandingkan mereka yang berasal dari rumah tangga dengan tingkat pengeluaran tertinggi
Anak perempuan, katanya, bahkan berpeluang tiga kali lebih rendah untuk menikah sebelum berusia 18 tahun jika kepala rumah tangga mereka telah menyelesaikan universitas dibandingkan dengan pendidikan dasar.
"Pernikahan di usia dini dipengaruhi oleh budaya, seperti kalau ndak nikah jadi perawann tua, lebih baik cerai janda dari pada tidak pernah nikah," katanya.
Tak hanya itu, kata dia, pernikahan di usia dini juga dipengaruhi oleh maju pesatnya informasi dan telekomunikasi.
"Tak hanya juga soal kemiskinan, mudahnya mengelola sumber daya alam menyebabkan mereka malas sekolah pada akhirnya kawin, kualitas pendidikan menjadi rendah," ujarnya.
Menikah di usia dini, lanjut dia, rentan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kualitas gizi ibu dan anak, "stunting" karena ibu belum bisa mengasuh dengan baik pada 1.000 hari pertama kehidupan.
"Ujungnya adalah sumber daya manusia, dan dampaknya adalah upaya-upaya untuk pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing ke depan. Ini tantangan luar biasa," ujarnya.
Apalagi, presiden yang akan datang fokus membangun sumber daya manusia menyongsong 100 tahun Indonesia merdeka, katanya.
Pewarta: Karel Alexander Polakitan
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019