Menteri LHK Siti Nurbaya saat peluncuran peta adat dan wilayah indikatif hutan adat di Jakarta, Senin, mengatakan pengakuan resmi tentang masyarakat hukum adat dan hutan adat sebagai pengejawantahan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 B pertama kali dilakukan pemerintah dengan mengeluarkan SK pengakuan dan pencantuman Hutan Adat yang diserahkan Presiden pada 30 Desember 2016.
“Persoalannya setelah itu apa, tentunya untuk pembangunan dan hasil-hasilnya untuk rakyat. Harus jelas deliniasinya pula, sehingga ditetapkan lah peta indikatif berdasarkan masukan para ahli hingga lembaga swadaya masyarakat maka pemerintah masuk fase sekarang,” katanya.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.312/Menlhk/Setjen/PSKL.1/4/2019 tentang Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I ditetapkan pada 29 April 2019 sebagai turunan dari Permen LHK P.21/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2019 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak sebagai pengganti Permen LHK Nomor P.32/Menlhk/Setjen/2015 tentang Hutan Hak yang selain berisi substansi tetapi juga mengatur tentang Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I dengan skala 1:2.000.000 secara berkala dan kumulatif setiap tiga bulan.
“Soal skala ini bekal sekaligus pekerjaan rumah kita untuk diselesaikan, ada dua legenda peta hutan yang sudah ditetapkan dan wilayah indikatif hutan adat. Tidak boleh ada proses yang putus, tapi jangan sampai fase ke-1000 karena targetnya jelas,” ujar dia.
Ada 9,3 juta ha usulan hutan adat, termasuk di dalamnya 6,551 juta ha yang ada dalam kawasan hutan. Dari jumlah usulan yang ada dalam kawasan hutan, baru yang 3,660 juta ha sudah memiliki produk hukum, sedangkan yang 2,890 juta ha belum mempunyai produk hukum.
“Mudah-mudahan tidak sampai Fase 10 sudah bisa selesai,” ujar dia.
Luas Peta Hutan Adat dan Wilayah Indikatif Hutan Adat Fase I sesuai Permen LHK tentang Hutan Adat dan Hutan Hak yang ditetapkan pada 29 April 2019 mencapai 471.981 hektare (ha) yang berasal dari hutan negara seluas 384.896 ha, Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 68.935 ha dan Hutan Adat seluas 19.150 ha.
Peta wilayah indikatif Hutan Adat, menurut Siti, perlu dicatat sehingga tidak bisa dipakai atau diminta lagi untuk atau oleh siapapun. Karena jika dalam tiga bulan sudah bisa memenuhi persyaratan perundangan maka statusnya bisa menjadi definitif.
Jadi ia mengatakan penahapan ini menjadi penting karena kebutuhan penggunaan hutan itu datang dari banyak pihak. Pada tahapan tersebut sudah pasti tidak ada lagi tumpang tindih lahan karena sudah melalui proses verifikasi dan validasi.
Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Bambang Supriyanto mengatakan KLHK akan bersurat kepada gubernur guna percepatan hutan adat melalui fasilitasi percepatan penerbitan perda dan/atau produk hukum daerah.
SK penetapan dan pencantuman Hutan Adat mencapai 19.149 ha saat Permen LHK tentang Hutan Adat dan Hak Adat ini ditetapkan. Namun, menurut Bambang, dalam satu bulan berikutnya luas Hutan Adat yang ditetapkan sudah mencapai 22.193 ha setelah verifikasi dan validasi usulan penetapan hutan adat.*
Baca juga: Penetapan hutan adat Dharmasraya bisa cepat karena berada di APL
Baca juga: Kementerian LHK serahkan SK hutan adat di Sumbar
Baca juga: Hadiah Bumi untuk cinta Suku Moi Kelim pada hutan dan lautny
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019