Anggota KEIN Mohamad Fadhil Hasan dalam diskusi di Jakarta, Senin, mengatakan hal pertama yang harus dilakukan adalah reformasi struktural di semua lini.
"Mau tidak mau kita harus melakukan upaya serius untuk mereformasi struktural yang menghambat investasi, perizinan dan segala macam. Jadi reformasi struktural 'at all cost'," katanya.
Usulan lain yang disampaikan peneliti itu adalah melakukan diplomasi ekonomi hingga aksi resiprokal atas hambatan perdagangan sejumlah komoditas. Menurut dia, hal itu perlu dilakukan sebagaimana yang terjadi pada komoditas seperti minyak kelapa sawit (CPO).
"Kita harus lakukan upaya mengatasi hambatan itu, bisa bawa ke WTO atau tekan Uni Eropa. Jadi harus diatasi dengan diplomasi ekonomi dan resiprokal atas apa yang mereka lakukan," katanya.
Fadhil menuturkan, usulan selanjutnya yang harus dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yakni mengambil peluang relokasi industri China seperti yang dilakukan oleh Vietnam dan Kamboja.
Menurut dia, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengambil manfaat dari relokasi industri China yang terdampak perang dagang.
Usulan terakhir, sebagai Most Favored Nation (MFN), Indonesia masih memiliki peluang untuk ekspor. MFN adalah tingkat perlakuan yang diberikan oleh satu negara ke negara lain dalam perdagangan internasional.
"Kita masih diberikan tarif yang rendah dibandingkan dengan negara lain. Kita dievaluasi tahun lalu dan tidak dikeluarkan dari MFN, artinya pasar AS lebih terbuka kepada kita dibandingkan dengan negara lain," katanya.
Baca juga: Pelaku global prediksi ekonomi Indonesia tumbuh 5,2 persen 2019-2020
Baca juga: BI optimistis pertumbuhan ekonomi 2019 sesuai target
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019