Capaian itu menurut dia dicapai di tengah rapor merah penyelenggaraan pemilu yang dianggap tidak efisien dan memakan korban jiwa petugas KPPS.
"Penilaian ini dikarenakan jauh sebelum pelaksanaan pencoblosan suara, Pemilu 2019 dibayang-bayangi rendahnya partisipasi masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan munculnya gerakan yang mengajak untuk tidak memilih atau golput," kata Arfianto dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Dia menilai gerakan golput pun pada kenyataannya tidak terlalu signifikan dalam mempengaruhi pemilih untuk golput.
Menurut dia, melihat meningkatnya angka partisipasi pemilih pada Pemilu 2019, ada dua hal yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat partisipasi politik.
Meningkatnya angka partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 menandakan semakin tingginya kesadaran politik warga negara tentang hak dan kewajibannya.
"Hak dan kewajiban warga negara dalam bidang politik salah satunya diimplementasikan melalui berpartisipasi dalam pemilu," ujarnya.
Dia menjelaskan yang kedua, terkait penilaian pemilih terhadap kebijakan pemerintah dan pelaksanaan pemerintahnya, penilaian pemilih terhadap kinerja pemerintahan dipengaruhi oleh adanya pembelahan pendukung kedua calon presiden dan wakil presiden.
Menurut dia, bagi pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin yang juga petahana, maka penilaian pemilih akan menilai kinerja pemerintahan Jokowi sangat baik dan perlu dilanjutkan pada periode kedua.
"Sedangkan di kubu pendukung Prabowo-Sandiaga, pemilihnya akan menilai kinerja pemerintahan sangat buruk, sehingga perlu diganti," katanya.
Arfianto menjelaskan, berdasarkan kedua penilaian kedua pendukung tersebut, maka para pemilih harus menunaikan tugasnya dengan menggunakan hak pilihnya demi memperjuangkan calon pilihannya.
Dia menilai, besarnya animo kedua pendukung dalam Pilpres tersebut, pada akhirnya meningkatkan angka partisipasi pemilih dalam Pemilu 2019.
Di sisi lain dia menilai, meningkatnya angka partisipasi masyarakat pada Pemilu 2019 juga perlu diikuti dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan lima tahun ke depan.
"Partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan tersebut, bukan hanya ditingkat nasional melainkan di semua tingkat pemerintahan. Ruang partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan dapat dilakukan, misalnya, melalui musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang selama ini diterapkan," ujarnya.
Selain itu dia juga berharap agar partisipasi masyarakat bukan hanya berhenti pada proses pembuatan kebijakan, namun juga pada aspek pengawasan terhadap implementasi kebijakan pemerintah lima tahun ke depan.
Dia berharap, apabila itu dilakukan maka produk kebijakan yang dihasilkan para pejabat yang dipilih oleh rakyat akan bersifat inklusif, akuntabel, relevan, dan transparan.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019