Ketua DPD I Partai Golkar Sulawesi Selatan, Nurdin Halid menyebut sistem Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 dinilai merugikan partai dan Calon Legislatif (Caleg) partainya, meski suara yang diperoleh besar tetapi perolehan kursi tidak proporsional.Salah satu contoh untuk suara caleg Golkar, Daerah Pemilihan DPR RI total meraih suara 800 ribuan hanya mendapat empat kursi, sedangkan ada partai lain meraih 600 ribuan suara, atau selisih 200 ribu suara, tetapi perolehan kursinya sama dengan Golkar
"Salah satu contoh untuk suara caleg Golkar, Daerah Pemilihan DPR RI total meraih suara 800 ribuan hanya mendapat empat kursi, sedangkan ada partai lain meraih 600 ribuan suara, atau selisih 200 ribu suara, tetapi perolehan kursinya sama dengan Golkar," ungkap dia di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu.
Selain itu, sistem ini juga berdampak pada suara caleg di tingkat provinsi dan kabupaten kota. Sistem menggunakan perhitungan Sante Langue yang mengkonversi suara DPR RI, DPRD provinsi dan kabupaten dianggap sangat merugikan partai dan
Caleg.
Meski caleg yang meraih suara besar di Daerah Pemilihan (Dapil) kata dia, malah mendapat satu kursi sementara sisa suara seharusnya masih bisa mendapat satu kursi malah tidak berguna. Sedangkan ada caleg dari partai lain perolehan suaranya jauh dibawah malah mendapat satu kursi.
"Saya sudah membicarakan persoalan ini dengan pengurus di tingkat pusat termasuk yang duduk di DPR RI untuk membahas dan mengevaluasi sistem tersebut dengan menyiapkan sistem barunya. Kemudian memisahkan pelaksanaan Pileg dan Pilpres," tutur mantan Calon Gubernur Sulsel itu.
Kendati perolehan kursi menurun di Sulsel, pria akrab disapa NH itu tidak ingin menyalahkan pengurus partai maupun caleg Golkar yang sudah berupaya maksimal mengumpulkan suara, meski pada akhirnya perolehan kursi di DPRD Sulsel turun menjadi 15 kursi dari pemilu lalu.
"Saya tidak mau menyalahkan siapapun, yang saya sampaikan kepada pengurus bahwa ini tanggungjawab kita bersama. Sebab sistem pemilu ini merugikan kita. Tentu akan ada evaluasi nantinya," papar NH.
Mantan Ketua Harian DPP Golkar pusat itu bahkan menyebut, Partai Golkar hampir kalah dalam kontestasi Pemilu 2019. Mengapa demikian, sebab Golkar masih bisa mempertahankan posisi kursi Ketua di DPRD Sulsel maupun beberapa kabupaten lain.
"Saya masih bersyukur, karena hampir kalah, meski ada partai lain menyatakan hampir menang. Inilah fakta politik sesungguhnya. Perolehan suara Partai Golkar memang sejak masa reformasi terus turun, tetapi Golkar tetap bertahan," ungkap dia.
Walaupun perolehan kursi golkar menurun, namun suara yang diperoleh cukup besar. Hanya saja sistem ini yang membuat perolehan kursi Golkar menjadi berkurang.
Dia menegaskan, Golkar tidak akan tinggal diam terhadap sistem pemilu yang sedang berjalan saat ini bukan hanya merugikan partai dan caleg, tetapi juga semua tatanan demokrasi.
"Kita tidak bisa merubah perilaku pemilih, tapi sistemnya yang harus diubah. Bila sistem berubah maka pemilih tentu akan mengikuti sistem itu. Partai Politik seharusnya menjadi tonggak utama pilar demokrasi," tuturnya.
Selain itu tambah dia, salah satu masalah di dalam tubuh internal partai adalah tidak mencerminkan pilar demokrasi, yakni proses rekrutmen kader yang masuk menjadi Caleg tidak memiliki dasar pengetahuan organisasi kepartaian serta Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Pedoman organisasi yang sudah diatur di Parpol.
Baca juga: Golkar Banten apresiasi kepemimpinan Airlangga lampaui prediksi survei
Baca juga: PP AMPG apresiasi kepemimpinan Airlangga Hartarto
Baca juga: Golkar optimistis enam kader masuk kabinet Jokowi-Ma'ruf
Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019