• Beranda
  • Berita
  • Salat Id, momen silaturahmi sekaligus ajang eksistensi diri

Salat Id, momen silaturahmi sekaligus ajang eksistensi diri

5 Juni 2019 14:24 WIB
Salat Id, momen silaturahmi sekaligus ajang eksistensi diri
Umat muslim mengikuti shalat Idul Fitri 1440 H di kawasan Pasar Gembrong, Jakarta Timur, Rabu (5/6/2019). ANTARA FOTO/Paramayuda/hp/pri

Bila Andre girang hati membingkai persaudaraan lewat sapa dan salam, maka Sofyan memaknai keseronokan hari raya melalui bingkai dalam arti sebenarnya.

Gema takbir mengalun saling bersahutan, membubung tinggi mengangkasa dan membumi serendah embun yang membasahi rerumputan. Alunan lembut kalimat yang mengagungkan asma Allah dirapalkan oleh belasan ribu jamaah, laki-laki dan perempuan, yang menyemut di sebuah tanah lapang berukuran dua kali lapangan sepakbola berskala internasional.

Tidak hanya di tanah lapang, para jamaah juga memadati jalan raya dan pelataran parkir gedung perkantoran. Hampir seluruh orang mengenakan pakaian yang didominasi warna putih -pakaian terbaik yang mereka miliki.

"Hari Raya Idul Fitri selalu terasa istimewa. Di satu sisi ada rasa sedih karena bulan suci telah berlalu dan khawatir tidak dapat bertemu lagi pada tahun depan. Namun di lain sisi, lebaran adalah momen kemenangan bagi orang-orang yang taat mengikuti perintah Sang Khalik," kata karyawan swasta, Andre.

Andre adalah salah satu jamaah yang hadir pagi itu dalam perhelatan Shalat Idul Fitri 1440 Hijriah yang digelar di kawasan Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (5/6).

Bersama belasan ribu orang lainnya, Andre menyambut hari raya dengan penuh sukacita. Ia datang bersama dua orang rekannya yang sama-sama menempati rumah kos di daerah Blok M.

"Ini kali kedua saya shalat Id di lapangan Masjid Agung Al Azhar. Tempatnya sangat luas sehingga bisa menampung banyak orang. Sangat menyenangkan bertemu, saling sapa, dan bersalaman dengan orang-orang baru dalam bingkai persaudaraan Islam," senyum Andre.

Bila Andre girang hati membingkai persaudaraan lewat sapa dan salam, maka Sofyan memaknai keseronokan hari raya melalui bingkai dalam arti sebenarnya.

"Salah satu hal yang saya nanti-nantikan selepas salat Id adalah sesi foto. Karena hari itu kan semua orang disunahkan untuk tampil sebaik mungkin. Jadi rasanya sayang kalau tidak diabadikan dengan berfoto," senyum Sofyan memperbaiki letak kopiahnya lalu berswafoto menggunakan ponsel.

Sofyan, mahasiswa semester awal di sebuah perguruan tinggi swasta Jakarta, menghadiri shalat Id bersama keluarganya yang tinggal di kawasan Mampang.

"Setiap tahun kami mesti menyempatkan diri untuk berfoto bersama selepas salat Id. Nanti jadi kenangan ketika dilihat lagi beberapa tahun kemudian," lanjut Sofyan.

Ayah Sofyan, Rizki, sesungguhnya tidak sepenuhnya setuju dengan polah tingkah sang anak. Namun ia memaklumi hal tersebut karena menurutnya tingkat kedewasaan berpikir setiap orang berbeda-beda.

"Ya, sebenarnya kurang elok lah karena dengan foto-foto itu bisa jadi ajang riya (pamer) kalau pemahamannya sebatas mengabadikan penampilan terbaik. Saya sih berharap anak-anak zaman sekarang tidak terlalu larut dengan gawai elektronik agar mempunyai banyak waktu untuk berpikir," pesan Rizki sambil tersenyum kepada Sofyan yang kemudian setengah berlari menuju kerumunan swafoto keluarganya.

Sayup-sayup di kejauhan pelantang masjid melantunkan ayat-ayat suci AlQuran, menyentuh hati siapa pun yang mampu menyerap keindahan nilai kesusatraannya. Hari raya telah tiba dan akan selalu memiliki makna istimewa bagi umatnya.

Pewarta: Adnan Nanda
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019