Warga Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, yang mayoritas Suku Kaili Ledo rutin melaksanakan pembacaan doa jelang dan pada hari raya Idul Fitri atau Idul Adha setiap tahun yang di sebut 'Molabe'.
Sebelum Molabe, terlebih dahulu masyarakat Kelurahan Petobo khususnya yang beragama Islam melakukan ziarah makam keluarga. Ziarah makam telah menjadi tradisi sebelum dan pada hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha secara turun temurun.
Usai ziarah makam, menyiram dan membacakan doa, di lanjutkan dengan Molabe. Setiap tahun jelang dan pada hari raya Idul Fitri ataupun Idul Adha, oleh Suku Kaili Ledoa di Petobo, setiap kepala keluarga Molabe. Bahkan, setiap kepala keluarga harus menyediakan satu baki (talang besar).
"Tradisi yang dilakukan secara turun temurun oleh suku Kaili o di Lembah Palu dan Sigi menyambut Idul Fitri dan Idul Adha ini sebagai bentuk syukuran atas nikmat yang diberikan hingga bertemu dengan hari tersebut," ucap Ketua MUI Kota Palu Prof Dr H Zainal Abidin MAg.
Molabe adalah bentuk pemanjatan doa keselamatan dan syukuran oleh warga Kaili Ledo. Molabe selain dilaksanakan secara kekeluargaan di setiap rumah, juga dilakukan secara berjamaah di masjid.
Dalam proses pelaksanaannya, terdapat talang besar berisikan makanan yang oleh Suku Kaili disebut `bakii`.
Makanan yang tersaji di `bakii` antara lain `kalopa` (beras pulut yang telah masak kemudian dibungkus dengan daun kelapa), nasi pulut satu piring, air putih satu gelas, pisang masak satu sisir, dan daging sepiring kecil. Kemudian `bakii` diletakkan di depan orang yang akan membaca doa syukuran dan keselamatan.
Suku Kaili, umumnya mengundang imam masjid untuk membacakan doa syukuran atau keselamatan tersebut. Makanan yang terdapat di `bakii` hanyalah simbol yang memiliki maksud dan arti tersendiri.
Setiap rumah tangga menggantarkan makanan yang tersedia di bakii besar ke masjid untuk dibaca oleh Imam Masjid.
`Molabe` biasanya mulai dilakukan oleh Suku Kaili sehari sebelum dan pada Idul Fitri ataupun Idul Adha , setelah shalat, biasanya `molabe` sekaligus tahlil di masjid. Hal itu diikuti dengan saling maaf memaafkan.
Kemudian, umumnya Suku Kaili berziarah di makam keluarga untuk menyiram makam sekaligus membaca doa/tahlil.
"Tradisi ini baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan perlu dipertahankan," kata Zainal Abidin.
Tahlil, bagi Suku Kaili di Kelurahan Petobo dimaksudkan untuk mengirim doa kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa untuk keselamatan orang-orang yang telah meninggal dunia. "Ini menunjukkan hubungan persaudaraan bukan hanya saat masih hidup, tapi juga setelah wafat," ujar Dewan Pakar Pengurus Besar Alkhairaat itu.*
Baca juga: Korban likuefaksi shalat id pertama pascabencana di masjid permanen
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019