• Beranda
  • Berita
  • Satu anggota majelis hakim menyatakan Karen Agustiawan tak bersalah

Satu anggota majelis hakim menyatakan Karen Agustiawan tak bersalah

10 Juni 2019 17:08 WIB
Satu anggota majelis hakim menyatakan Karen Agustiawan tak bersalah
Direktur Utama PT Pertamina 2009-2014 Karen Galaila Agustiawan divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (10/6). (ANTARA/Desca Lidya Natalia)
Satu anggota majelis hakim yaitu Anwar menyatakan Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014 Karen Galaila Agustiawan tidak bersalah dan tidak melakukan korupsi.

"Menyatakan terdakwa Karen Galiala Agustiawan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan dakwaan primer dan dakwaan subsider dengan alasan-alasan sebagai berikut," kata hakim Anwar, pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Dalam perkara ini Direktur Utama PT Pertamina 2009-2014 Karen Galaila Agustiawan dituntut 15 tahun penjara serta pidana denda sejumlah Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, ditambah hukuman uang pengganti Rp284 miliar karena dinilai terbukti mengabaikan prosedur investasi di Pertamina dalam "participating interest" (PI) atas Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.

Menurut Anwar, saat Karen menjabat sebagai Dirut Pertamina 2009-2014 atau Direktur Hulu Pertamina 2008-2009 memutuskan bersama-sama Direksi Pertamina lainnya (collective collegial) untuk melakukan investasi dalam bentuk akuisisi Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.

"Sebelum terdakwa Karen bersama-sama dengan jajaran Direksi Pertamina menyetujui akuisisi, terlebih dulu meminta persetujuan dewan komisaris yaitu surat memorandum tertanggal 2 April 2009," ujar Anwar.

Selanjutnya setelah permohonan akuisisi diterima komisaris, Humayun Bosha selaku anggota Komisaris Pertamina dan juga Ketua Komite Bidang Hulu menghubungi Komisaris lainnya yaitu Umar Said dengan mengatakan tidak membolehkan akuisisi berdasarkan memorandum karena pengoperasian Blok BMG tidak optimal dan tidak akan menguntungkan.

"Perbedaan pendapat Karen dan jajaran pihak komisaris dalam akuisisi Blok BMG dapat dilihat, di satu sisi terdakwa dan direksi berkeinginan untuk mengembangkan Pertamina dengan cara akuisisi dan semata-mata untuk menambah cadangan minyak Pertamina dengan terdakwa punya kewenangan untuk membuat keputusan yang tepat guna dan bukan komisaris yang punya kewenangan tersebut, jadi perbedaan pendapat tersebut tidak dapat dikatakan perbuatan menyalahgunakan hukum dan kewenangan karena pembuatan keputusan yang tepat guna dimiliki direksi bukan di tangan komisaris," kata Anwar yang disambut tepukan sekitar 100 orang pendukung Karen yang memenuhi ruang sidang.

Apalagi, menurut hakim Anwar, bisnis minyak dan gas (migas) penuh dengan ketidakpastian karena tidak ada yang bisa menentukan cadangan minyak di tengah laut secara pasti.

"Meski keputusan sudah dibuat secara hati-hati, namun tetap tidak ada kepastian cadangan minyak di bawah laut dan kemungkinan kegagalan tetap ada," kata hakim Anwar.

Hakim Anwar juga menyatakan bahwa perbuatan Karen Agustiawan bersama-sama dengan Direktur Keuangan PT Pertamina Ferederick ST Siahaan; Manager Merger dan Akuisisi PT Pertamina 2008-2010 Bayu Kristanto, dan Legal Consul and Compliance Genades Panjaitan tidak langsung mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp568,066 miliar.

"Perbuatan terdakwa bersama-sama Frederich Siahaan, Bayu Kristanto dan Genades Panjaitan tidak serta merta menyebabkan kerugian negara karena tidak digunakan untuk kepentingan terdakwa, tapi kepentingan bisnis akuisisi Blok BMG Australia dan transfer jelas dilakukan lewat Bank Australia, karena sesuai dengan fakta persidangan yang terungkap bahwa Karen belum terbukti memperkaya diri sendiri," ujar hakim Anwar.

Karena itu, menurut hakim Anwar, harus dibuktikan apakah ada perbuatan persekongkolan antara Karen dan Direksi Pertamina lain dengan ROC Oil Company (ROC) Limited Australia.

"Andaikan benar ada kerugian negara harus dibuktikan apakah ada perbuatan persekongkolan antara terdakwa dan Direksi Pertamina lain dalam akuisisi dengan ROC Ltd selaku pemilik Blok BMG, sehingga harus ada dilakukan pemeriksaan ROC untuk membuktikan ada tidak persekongkolan dan dalam kenyataannya ROC Ltd sama sekali tidak menjadi saksi dalam persidangan ini," ungkap hakim Anwar.

Dengan demikian, menurut hakim Anwar, perbuatan Karen tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian negara karena dilakukan Karen dan jajaran direksi lain dalam rangka melakukan bisnis Pertamina.

"Namanya bisnis ada risiko dan ruginya, dan namanya risiko bisnis maka ada kerugian yang tidak serta merta menjadi kerugian negara," ujar hakim Anwar.

Keputusan Karen selaku Direktur Utama Pertamina dan direksi lain mengenai akuisisi Blok BMG, menurut hakim Anwar, juga sudah mendapat 'release dan discharge' tahun 2010 sehingga tidak perlu dipertanggungjawabkan lagi.

"Berdasarkan uraian di atas, terdakwa Karen Agustiawan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer dan subsider," kata hakim Anwar yang kembali mendapat tepuk tangan penonton sidang.

Namun, karena hanya ada satu orang hakim yang menyatakan "dissenting opinion" atau pendapat berbeda maka suara terbanyak majelis hakim --empat hakim melawan satu hakim--tetap memutuskan Karen bersalah melakukan korupsi dan divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan.

Terkait perkara ini, dua orang yang disebut bersama-sama melakukan korupsi bersama Karen sudah divonis bersalah.

Keduanya yaitu Manager Merger dan Akuisisi PT Pertamina 2008-2010 Bayu Kristanto divonis bersalah dan dijatuhi pidana penjara selama 8 tahun, ditambah denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan.

Sedangkan mantan Direktur Keuangan PT Pertamina Ferederick ST Siahaan divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019