Desa Purworejo, Kecamatan Sanan Kulon, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, terus berbenah. Hasilnya, berbagai kemajuan kini sudah bisa dilihat baik secara infrastruktur maupun aspek lainnya.Dengan dana desa ada pergerakan, geliat masyarakat dalam pembangunan di desa.
Desa Purworejo adalah sebuah desa yang berbatasan langsung dengan wilayah Kota Blitar. Kendati dekat kota, bukan berarti desa tersebut memiliki berbagai infrastruktur yang memadai laiknya kota.
Sejak disahkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada 15 Januari 2014, kini desa-desa di Kabupaten Blitar menjadi lebih berdaya, termasuk Desa Purworejo, khususnya sejak ada kebijakan dana desa.
Undang-undang yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan pembangunan itu kini mulai dirasakan dampaknya, pembangunan di perdesaan serasa lebih cepat.
Sekretaris Desa Purworejo, Gunawan, mengatakan program dana desa dikucurkan mulai 2015 dan dimanfaatkan untuk pembangunan serta pemberdayaan desa.
Desa Purworejo, pada 2019 ini mendapatkan kucuran dana desa sekitar Rp830 juta, serta alokasi dana desa dari APBD Kabupaten Blitar sebesar Rp590 juta. Jumlah itu terus naik ketimbang tahun sebelumnya, karena tahun 2018, desa ini mendapatkan dana desa sekitar Rp730 juta, dan ADD sekitar Rp520 juta.
Nominal itu memang hampir sama dengan dana untuk desa-desa lainnya yang ada di Kabupaten Blitar. Namun, dalam pengelolaannya setiap desa diberi kewenangan sendiri-sendiri.
Dari dana yang diperoleh Desa Purworejo tersebut, 60 persen dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan sisanya 40 persen untuk pemberdayaan di desa, termasuk program pembangunan kesehatan dan pendidikan.
Baca juga: Rempoah bersinergi mewujudkan desa mandiri
Mengubah wajah desa
Menurut Gunawan, program pusat itu berhasil mengubah wajah desa. Hampir 100 persen jalan sudah diperbaiki, sebagian bahkan diberi paving block, sehingga membuat pengguna jalan lebih nyaman.
Begitu juga bidang kesehatan yang pada 2019 ini memperoleh alokasi dana desa sebesar Rp140 juta. Dana ini disebutkan berhasil meningkatkan kualitas pelayanan dasar misalnya posyandu balita, dan posyandu lansia.
Program inovasi desa juga turut serta memacu sektor pendidikan di desa ini menjadi lebih baik. Sejak 2015, pemerintah desa selalu mengalokasikan dana untuk perbaikan sekolah taman kanak-kanak. Bahkan, untuk pendidikan diniah juga tak luput dari program inovasi desa. Hasilnya, anak-anak jadi lebih betah sekolah, mereka juga semangat mengaji.
Demikian pula program jambanisasi hingga rehabilitasi rumah warga miskin. Semua bisa terealisasi karena kucuran dana dari pusat tersebut.
Untuk program perbaikan rumah, di 2019 ini pemerintah desa mengalokasikan untuk empat rumah dengan besar anggaran antara Rp6-7 juta per rumah. Dana itu terutama untuk perbaikan bagian atap rumah warga tidak mampu yang sudah ditunjuk untuk direnovasi.
Kendati dana dari pemerintah desa tidak begitu besar, nyatanya stimulus dana itu mampu meningkatkan partisipasi masyarakat. Mereka berinovasi dengan bergotong-royong, secara sukarela membangun rumah warga yang tidak layak huni menjadi lebih baik.
“Dengan dana desa ada pergerakan, geliat masyarakat dalam pembangunan di desa. Mendorong partisipasi masyarakat,” tegas dia.
Ia mengatakan, memang bukan perkara mudah bagi desa yang dihuni sekitar 8 ribu jiwa dimana 60 persennya adalah petani maupun buruh tani itu dalam mengelola keuangan dan mendorong agar masyarakat semakin berdaya dan berinovasi.
Selain bertani, banyak warga yang juga punya usaha ternak. Yang sangat membanggakan, mereka berinovasi membuat sumber energi terbarukan biogas yang berasal dari kotoran ternak dan dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk keperluan dapur. Total ada sekitar 42 titik pemanfaatan biogas di desa tersebut.
Di desa ini, peternak sapi cukup banyak. Populasi sapinya juga beragam dari sekitar tiga ekor hingga puluhan ekor sapi. Mayoritas sapi yang dipelihara adalah sapi perah. Jalan desa yang cukup mulus membuat mereka lebih mudah menjual susu, hasil ternak.
Selain kotoran ternak, bahan baku biogas warga juga berasal dari limbah pertanian. Sehingga dengan memanfaatkan limbah ini warga juga telah mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat. Terlebih lagi, biogas tidak menghasilkan emisi asap seperti halnya pembakaran bensin dan solar.
Selain menjadi biogas, limbah pertanian dan limbah ternak juga diolah warga menjadi pupuk yang membuat lahan pertanian warga menjadi subur.
Peternak yang memanfaatkan biogas untuk bahan bakar itu di antaranya adalah Wahono. Usaha ternak sapi perah yang dimulainya sejak 2003 pada awalnya hanya satu ekor, dan kini telah berkembang menjadi 45 ekor sapi.
Produksi susu yang dihasilkannya juga melimpah. Jika pagi tak kurang dari 115 liter sampai 122 liter, sedangkan sore hari sekitar 60-70 liter.
Soal biogas, ia mengaku, ada sekitar 7-8 kepala keluarga (KK) yang mendapatkan akses biogas dari rumahnya secara gratis, sehingga warga bisa menekan pengeluaran bahan bakar untuk memasak.
Wahono berangan-angan akan lebih banyak lagi para tetangga yang mendapat jaringan biogas dari tempatnya tersebut.
Selain itu, susu hasil peternakan warga tidak sekedar dijual sebagai susu, tapi juga diolah menjadi berbagai minuman dengan bahan baku susu.
Dalam upaya pengembangan potensi unggulan desa khususnya dalam pengelolaan susu sapi perah, pemerintah desa melakukan pelatihan pengelolaan susu sapi perah kepada warga yang tergabung dalam Pokmas Wisma Susu di Dusun Gendong, Desa Purworejo tersebut.
Pelatihan itu dilakukan dengan tujuan memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada masyarakat dalam pengelolaan susu sapi perah menjadi produk-produk yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi sehingga mampu meningkatkan penghasilan peternak.
Alhasil, usaha itu berkembang dan ditanggapi bagus oleh pasar. Produknya laku keras.
Baca juga: Desa Baturetno melepaskan diri dari jerat kemiskinan
Perhatian Pemkab
Pemerintah Kabupaten Blitar terus melakukan pendampingan bagi warganya dalam program dana desa agar bisa mengubah desa-desa di wilayahnya menjadi lebih berdaya dan mandiri.
Kepala Bidang Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Blitar Dwi Novyanto menjelaskan pemerintah pun juga sigap mengucurkan dana.
Dimulai dari membuat usulan ke pusat, dana akan dikirim ke kas daerah. Pemerintah kabupaten hanya diberi waktu tujuh hari untuk penyaluran dana tersebut kepada seluruh desa sesuai dengan besaran yang diterima.
Pada 2019 ini, Kabupaten Blitar dapat kucuran dana desa lebih dari Rp185 miliar dan lebih dari Rp128 miliar untuk ADD. Dana itu dibagi pada 220 desa di 22 kecamatan.
Besaran dana itu juga naik ketimbang 2018, dimana saat itu dana desa yang didapat lebih dari Rp163 miliar dan ADD lebih dari Rp119 miliar.
Anggaran pada 2019 itu kini juga sudah dikucurkan, tepatnya 16 April 2019 sebesar 20 persen. Sesuai dengan porsi untuk pencairan memang bertahap, yakni 20-40-40.
Program dana desa, kata dia, memang diarahkan untuk pembangunan dan pemberdayaan sesuai dengan aturan yang berlaku. Namun keputusannya dikembalikan ke masyarakat desa, apakah akan digunakan untuk infrastruktur, pendidikan, kesehatan, maupun kegiatan perekonomian lainnya.
Selama proses pencairan tahap pertama, desa menunjukkan APBDes sebagai salah satu dokumen perencanaan di desa dalam satu tahun anggaran. Untuk tahap kedua, harus memenuhi persyaratan laporan penggunaan satu tahun sebelumnya, ditambah dengan perencanaan dana tahap pertama, baru jika dinilai sudah memenuhi maka dana turun.
Berbagai terobosan yang inovatif juga terus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Blitar. Selain pelatihan bagi perangkat desa, juga mendorong pelaporan dengan aplikasi yang rencananya bisa diberlakukan pada 2019 ini. Dengan demikian, masyarakat juga bisa ikut memantau hasil dan pemanfaatan dana desa.
Menurut dia, program dari pemerintah kabupaten itu juga turut membuat desa berdaya. Sejumlah desa bahkan berhasil mendapatkan prestasi dengan pengelolaan dana desa yang baik. Contohnya di Desa Purworejo, Kabupaten Blitar, yang meraih banyak prestasi.
Bahkan, Bupati Blitar juga mendapat penghargaan dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk keberhasilan dalam meningkatkan status desa dan perhatian besar kepada pendamping desa. Penghargaan itu diberikan di Surabaya pada April 11-12 April 2019.
Keberhasilan dalam meningkatkan status desa itu juga terlihat dari keberhasilan mengangkat desa tertinggal. Pada 2017 di Kabupaten Blitar masih 50 desa tertinggal, namun pada 2018 tinggal dua desa.
Desa Purworejo termasuk desa berprestasi, bahkan masuk 100 desa terbaik dalam peningkatan indeks desa membangun (IDM).
Di 2019, pemerintah kabupaten berencana membuat kawasan di mana desa yang mempunyai ciri khas atau unggulan yang sama dijadikan satu kawasan. Dengan itu, desa bisa saling membantu dan mengeksplorasi potensi di daerahnya secara serentak.
Baca juga: Desa Pangalengan bangkit dan meraih prestasi
Baca juga: Geliat pariwisata di desa nelayan Padangbai, Bali
Pewarta: Asmaul Chusna
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019