"Fenomena PAN dan Demokrat ini jika dilihat dari fatsun politik, dapat dibenarkan kalau mereka hanya mau mencari posisi aman demi kekuasaan. Sikap ini dapat juga dimaknai sebagai benalu politik atau juga sebagai pengembara demokrasi," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Kamis.
Dia mengemukakan pandangan itu, berkaitan dengan sikap PAN dan Demokrat yang mulai merapat ke Koalisi Indonesia Kerja, walaupun proses politik dan demokrasi masih belum selesai.
Menurut dia, PAN dan Demokrat merupakan partai pengusung paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam pilpres 2019 yang lalu.
"Walaupun secara resmi hasil rekapitulasi KPU telah menunjukkan bahwa suara paslon 01 unggul mendapat dukungan masyarakat, namun hasil pilpres tersebut masih digugat oleh paslon 02 ke Mahkamah Konstitusi," katanya.
Hasil pilpres yang diumumkan membuat partai koalisi paslon 02 mengalami kegamangan sikap, untuk tetap bertahan mengawal proses hukum atau mengambil sikap menunggu, sehingga membuat kedua partai ini secara internal masih 'double standar' antara mengambil sikap tegas untuk keluar dari koalisi atau tetap bertahan.
Dia menambahkan, secara de facto moral politik dan semangat kedua partai terlihat dipermukaan sudah menurun untuk memberi dukungan kepada paslon 02.
Namun secara de jure, PAN dan Demokrat masih sebagai bagian dari koalisi adil makmur hingga KPU menetapkan pemenang pilpres setelah keputusan inkrah.
Karena itu, sebagai partai politik, mestinya PAN dan Demokrat lebih mengedepankan komitmen politik dalam berjuang hingga akhir, dan tidak harus meninggalkan teman yang sedang dirundung prahara politik pilpres, kata Ahmad Atang.
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019